Daily News|Jakarta – Pemerintah Indonesia diperkirakan bakal berhati-hati menyikapi polemik Hagia Sophia yang difungsikan kembali sebagai masjid oleh pemerintah Turki.
Pakar dan Dosen Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Teuku Rezasyah, pada Senin (13/7), menyatakan pemerintah Indonesia tidak bakal sembarangan memberikan pernyataan terkait masalah itu karena di dalam negeri juga tengah menghadapi pandemi Covid-19.
“Saya perhatikan pemerintah Indonesia sangat berhati-hati sebelum memberikan pandangannya, karena (Indonesia) menolak terjebak dalam 3 isu sensitif sekaligus,” kata Teuku lewat pesan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com.
“(Tiga isu sensitif tersebut) yakni situs UNESCO yang terletak di Turki yang harus terjaga sejarah dan filsafat pendiriannya, kedaulatan Turki untuk mengelola situs di dalam negerinya sendiri, dan sudah terjadinya benih benturan peradaban antara masyarakat Kristen dan Islam akibat sikap Turki ini,” katanya menambahkan.
Selain itu, dia mengatakan bahwa pandemi Covid-19 di Indonesia juga memaksa pemerintah untuk benar-benar berkonsentrasi menyelesaikan dampak pandemi dalam negeri.
“Bagaimanapun juga, dunia membutuhkan pandangan RI. Karena seperti biasanya, pandangan RI relatif adil, seimbang, serta tidak mengganggu perdamaian dan keamanan internasional,” ujarnya.
Untuk itu, Teuku menerangkan bahwa sebelum memberikan sikapnya terhadap Hagia Sophia, Indonesia perlu melakukan konsultasi dengan pemerintah Turki, Yunani, Uni Eropa, dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Pada 10 Juli lalu, Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, memfungsikan kembali Hagia Sophia yang berada di Istanbul sebagai masjid. Keputusan ini menuai kekecewaan dari beberapa negara termasuk Amerika Serikat, Rusia, dan Yunani.
Bahkan, Badan Pendidikan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pun telah melayangkan protes resmi atas alih fungsi Hagia Sophia menjadi masjid, terutama karena pemerintah Turki tidak mengkomunikasikan hal itu sebelumnya.
Hagia Sophia dibangun pada tahun 537-1435 M. Di zaman Kekaisaran Byzantium, bangunan yang terkenal akan arsitektur dan kubah besarnya itu merupakan sebuah gereja.
Ketika Sultan Muhammad al Fatih (Mehmed II) merebut Konstantinopel (Istanbul) dari kekuasaan Kekaisaran Byzantium pada 1453, dia tidak menghancurkan gereja itu tetapi mengubahnya menjadi masjid.
Akan tetapi, pemerintah Turki di bawah kepemimpinan mendiang Presiden Mustafa Kemal yang beraliran nasionalis sekuler memutuskan menjadikan Hagia Sophia sebagai museum.
Upaya Turki untuk kembali memfungsikan Hagia Sophia menjadi masjid sebenarnya sudah dilakukan sejak 2005. Dua tahun lalu Mahkamah Konstitusional Turki sempat menolak usulan tersebut.
Majelis Negara Turki membatalkan keputusan kabinet 1934 soal status Hagia Sophia dan kembali menjadikan bangunan itu sebagai masjid pada 10 Juli lalu.
Erdogan mengatakan warga bisa melakukan ibadah di Hagia Sophia mulai 24 Juli mendatang. Meski begitu, Erdogan memastikan Hagia Sophia tetap terbuka untuk umum. (HMP)
Discussion about this post