Daily News | Indonesia – “Om Swastiastu”, dua kata sapaan rutin penerima tamu Samsara Bali Living Museum, Desa Jungutan, Bebandem, lokasinya sangat dekat dengan Gunung Agung, Kabupaten Karangasem, Bali. Pulau Dewata yang kaya tradisi masyarakat adat ini mencuri hati siapa saja yang mengunjunginya untuk kembali dan kembali lagi.
Dalam museum ini ada displai simbolis kehidupan, mulai dari bayi dalam kandungan termasuk ngerujak, megedongan, nanem ari, mapag rare, kepus wedel, ngeles kekambuh, telu bulan, nem bulan/oton, semayut meketus dan menek kelih, metatah, ngaben, sampai atma wedana.
“Museum Kehidupan Samsara adalah salah satu dari pengejawantahan Museum Kehidupan Karangasem yang mengangkat tema tentang siklus hidup manusia Bali. Dimulai dari berbagai nilai serta tradisi yang melekat sejak bayi berada di dalam kandungan, kemudian lahir ke dunia, hidup dan mati bahkan hingga menyatu dengan Ida Sanghyang Widhi Wasa dan tercapainya kesempurnaan,” ujar Co–Founder Museum Kehidupan Samsara, Ida Bagus Agung Gunartawa seperti diwartakan oleh laman Kemenpar pada Selasa (15/10/2019).
Dalam balutan museum ini, kegiatan aktivitas sehari masyarakat setempat tergambar, dari mulai pembuatan sarana tetabuhan (arak, brem), meulat – ulatan, mejejahitan, melukis wayang, bahkan sampai kegiatan kesenian khas seperti mecakepung/genjek, ngoncang.
Disekitar pekarangan, tanaman upacara juga ditanam di sekitar museum berdiru. Bagi pengunjung museum yang hendak membeli alat dan kulineran khas Bali, mereka tidak perlu keluar area. Pihak Museum telah bersinergi dengan penduduk lokal untuk memberdayakan produk lokal untuk wisatawan dengan harga yang murah meriah.
“Maka ada aktivitas masyarakat sehari-hari di sini. Jadi ada proses perlindungan dan sebagainya. Dengan semakin dipelihara dan dijaga maka akan semakin mahal harganya ke depan sembari melestarikan,” kata Juru bicara Museum Ida Ayu Chandramurtie agar ada diferensiasi dan menunjukkan posisi Karangasem sesuai branding ‘Karangasem the Spirit of Bali’. (Smh)
Discussion about this post