Daily News | Jakarta – Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyampaikan pendapatnya terkait informasi dari sumber yang kredibel, bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya menginginkan dua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) ) dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024. Pandangannya itu disampaikan lewat bukunya yang berjudul “Pilpres 2024 & Cawe-cawe Presiden Jokowi, Presiden Tidak Bisa Salah”.
Dalam tulisannya pada halaman 10, SBY menilai Jokowi sebagai seorang Presiden tak dilarang memiliki kehendak dan harapan, termasuk terkait Pilpres 2024.
“Tidak ada yang salah dengan dia. Mungkin Pak Jokowi akan melakukan pekerjaan politik untuk mencapai tujuan dan sasaran ini. Politik itu banyak caranya,” ujar SBY di halaman 10, dikutip Selasa (27/6/2023).
Meskipun sebagian kalangan yang berpendapat bahwa cara-cara yang digunakan itu dalam tanda kutip “menghalalkan segala cara”, tetapi dalam politik benar atau salah adalah subjektifitas. Menurut SBY, hal itu tergantung dari sisi mana yang memandangnya.
SBY berpendapat, jika Jokowi melakukan kerja politik dengan meminta para ketua umum partai politik mengikuti keinginannya, Jokowi tak boleh divonis melakukan tindakan yang salah. Hanya saja akan menjadi salah, jika Jokowi sebagai pemimpin negara melakukan perampokan kekuasaan atau penyalahgunaan kekuasaan untuk menyia-nyiakan tujuannya.
“Cawe-cawe Pak Jokowi bermasalah menjadi adalah ketika dia melakukan tindakan (bersama dengan pembantu-pembantunya) yang dinilai melanggar hukum dan atau menyalahgunakan kekuasaannya (penyalahgunaan kekuasaan) guna mencegah terjadinya pasangan capres-cawapres yang ketiga,” ujar SBY di halaman 10 bukunya .
Masalah akan semakin besar jika untuk mewujudkan keinginannya itu disertai ancaman pada pihak ketiga yang ingin menghadirkan pasangan capres-cawapres. Apalagi ancaman yang digunakan kepada elite partai politik menggunakan aparat penegak hukum.
SBY mengungkapkan, konon Jokowi dan pembantunya merasa mengantongi kasus pelanggaran hukum dari para pemimpin partai politik tersebut. Kalau ancaman tersebut benar adanya, tentu cawe-cawe tersebut adalah masalah serius.
“Jika semuanya ini benar, maka Presiden Jokowi pertama-tama melakukan politik tebang pilih. Kalau mengikuti keinginan beliau, meski dia punya kasus hukum akan aman. Sebaliknya, kalau dia mbalelo akan segera dijadikan tersangka dan masuk proses hukum,” ujah SBY di halaman 11 .
“Ini tidak bisa mencegah tuduhan kepada Presiden Jokowi sebagai tidak etis dan tidak adil. Pak Jokowi akan dinilai telah mengingkari sumpah yang beliau sampaikan pada tanggal 20 Oktober 2014 dan tanggal 20 Oktober 2019,” katanya menegaskan.
Hukum harus ditegakkan sebagaimana yang berlaku bagi warga negara Indonesia manapun. Ia mengutip prinsip penegakan hukum yang berlaku secara internasional, yakni “No one is above the law” dan “The law is apply equal and fair”.
Kalau hal ini terjadi di Indonesia, pantaslah kalau ada kata-kata sumbang bahwa hukum bisa dipermainkan. Negara seperti ini sering dicap bahwa yang menjadi panglima bukanlah kebenaran dan keadilan, tetapi politik dan kekuasaan.
Ia sendiri tidak setuju jika ada pihak yang membatasi pasangan capres-cawapres dalam kontestasi nasional. Ia sendiri membandingkan Pilpres 2004, yang diikuti lima pasangan capres-cawapres.
“Akan menjadi persoalan besar jika tidak ada pasangan yang dianggap mewakili rakyat yang pro-perubahan. Separuh rakyat kita bisa marah karena tak ada yang mewakili mereka,” ujar SBY di halaman 13.
“Mereka juga sangat kecewa karena tak ada pasangan capres-cawapres yang mereka bisa berikan harapan dan aspirasinya. Kalau sebagian rakyat kita marah bagaimanapun akan berakibat pada pilpres yang adil dan damai 2024 mendatang.” (DJP)
Discussion about this post