Daily News|Jakarta – Pengamat politik dan penulis produktif, Tony Rosyid. Menyoroti proses penentuan siapa akhrnya yang akan dipilih presiden menjadi Panglima TNI menggantikan Marsekat Hadi Tjahjono yang akan memasuki usia purna tugas di akhir tahun 2021 ini.
“Marsekal Hadi Tjahjono akan segera pensiun. Tepatnya di bulan Nopember 2021. Hanya tinggal dua bulan lagi. Siapa penggantinya? tulisnya di awal artikelnya yang viral kemarin.
Ada dua nama yang santer di media. Yaitu Jenderal Andika Perkasa, yang sekarang menjabat sebagai KSAD, dan Laksamana Yudo Margono, sekarang menjabat KSAL, catatnya.
Siapa yang tidak ingin jadi Panglima TNI? Tentu semua ingin, karena ini posisi paling puncak dalam karir TNI.
Nasib kedua Jenderal ini ada di tangan Presiden Jokowi. Sebab, pemilihan Panglima TNI menjadi otoritas presiden. Tentu melalui mekanisme pengajuan ke DPR terlebih dahulu.
Publik penasaran siapa dari dua jenderal ini yang akan dipilih presiden Jokowi.
Dalam UU TNI pasal 13 poin 4 disebutkan bahwa jabatan Panglima TNI sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan.
Berdasarkan aturan ini, Tony melihat ada semacam “peluang” untuk bergiliran. Jika sebelumnya Panglima TNI dijabat Jenderal Gatot Nurmantyo dari Angkatan Darat, lalu Marsekal Hadi Tjahjono dari Angkatan Udara, maka saat ini Angkatan Laut punya peluang.
“Sebagai KSAL, Yudo Margono punya peluang cukup besar untuk menggantikan Marsekal Hadi Tjahjono. Sekali lagi, ini jika Presiden Jokowi menggunakan pertimbangan UU TNI pasal 13 poin 4 tersebut. Meskipun tidak ada keharusan, karena sifatnya “boleh”.”
Namun, jika melihat popularitas, Jenderal Andika Perkasa saat ini adalah perwira tinggi TNI yang lebih sering tampil di publik, ditambah lagi statusnya sebagai menantu Jenderal (purn) Hendro Priyono yang dianggap cukup punya hubungan dekat dengan presiden Jokowi, maka KSAD juga punya peluang.
“Hanya saja, jabatan Panglima TNI bukan jabatan politik, tapi jabatan profesional. Dalam konteks ini, popularitas dan kedekatan politik seringkali kurang berpengaruh,” Tony menggarisbawahi.
Hal yang tidak kalah untuk dipertimbangkan adalah kebutuhan bangsa terhadap tantangan keamanan bagi Indonesia kedepan, baik tantangan regional, nasional maupun global. Ini mesti menjadi pertimbangan, karena TNI berada di garis terdepan terkait dengan kedaulatan bangsa.
“Terutama ketegangan yang sedang terjadi di Laut China Selatan mesti mendapat perhatian khusus,” tulis Tony.
Di sisi lain, soal loyalitas kepada presiden. Presiden Jokowi juga akan mempertimbangkan aspek loyalitas calon Panglima TNI. Tidak saja loyalitas kepada negara, tapi juga loyalitas kepada presiden. Ini pertimbangan wajar dan manusiawi. Tentu, presiden juga akan mempertimbangkan peluang sinergitas kerja Panglima TNI dengan dirinya.
“Intinya, presiden Jokowi juga ingin kerja yang nyaman dan tidak dihantui kekhawatiran adanya kemungkinan manuver yang datang dari personal TNI. Apalagi, saat ini, eskalasi politik jelang pilpres 2024 sedang tinggi.”
Belajar dari kasus diberhentikannya Jenderal Gatot Nurmantyo dari Jabatan Panglima TNI sebelum masa pensiun, ini setidaknya telah memberi pengalaman tersendiri yang cukup berarti bagi presiden Jokowi.
“Bagi rakyat, siapapun yang akan jadi Panglima TNI, yang penting ia bisa bekerja profesional, membawa kemajuan bagi TNI secara institusional, serta menjamin perlindungan terhadap kedaulatan negara dan rakyatnya,” tutup Tony. (DJP)
Discussion about this post