Daily News|Jakarta – Presiden Taiwan Tsai Ing-wen kembali menegaskan ogah tunduk kepada China. Ia berjanji untuk membela kedaulatan dan demokrasi wilayahnya, seperti yang diungkapkan dalam pidatonya di Hari Nasional Taiwan pada Minggu (10/10).
Tsai mengakui bahwa pulau itu akan menghadapi tantangan yang lebih kompleks dan berat dari sebelumnya, mengingat ketegangan dengan China sedang meningkat.
“Namun, ketika menyangkut kedaulatan Taiwan, tidak ada kata mundur,” kata Tsai seperti yang dikutip Reuters.
Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping berjanji akan mewujudkan reunifikasi atau penyatuan kembali dengan Taiwan. Namun, penyatuan ini akan dilakukan dengan cara damai.
Diberitakan CNN pada Sabtu (9/10), Xi menyebut hambatan terbesar untuk reunifikasi China adalah kekuatan kemerdekaan Taiwan.
“Mereka melupakan warisan mereka, mengkhianati tanah air mereka, dan berusaha memecah belah negara tidak akan ada gunanya,” kata Xi.
China pun semakin intensif melakukan latihan militer. Terbaru, militer China menggelar latihan penyerbuan pantai di Provinsi Fujian, seberang Taiwan.
Walaupun begitu, Tsai tetap teguh membela kedaulatan Taiwan sebagai sebuah negara, dan tak ingin mengakui China sebagai otoritas pemerintahan mereka.
Melansir Britannica, Tsai adalah presiden perempuan pertama Taiwan sejak 2016.
Tsai, yang merupakan keturunan Hakka, adalah satu dari sembilan anak yang lahir dari keluarga bisnis kaya.
Tsai meraih gelar sarjana hukum (1978) dari Universitas Nasional Taiwan di Taipei. Selanjutnya, ia kuliah di Cornell University (1980) dan London School of Economics (1984), dengan masing-masing memperoleh gelar master dan doktor dalam bidang hukum.
Sebagai ahli taktik yang cerdik, Tsai menghabiskan 15 tahun sebagai negosiator perdagangan sebelum memimpin Dewan Urusan Daratan Taiwan, yang menangani masalah dengan China daratan. Ia juga menjadi ketua Partai Progresif Demokratik, dilansir CNN.
Dikenal sebagai orang yang introvert, Tsai menghargai privasi dan tidak suka keramaian.
“Ketika saya menjadi presiden, saya tampak seperti seseorang yang agak terisolasi dan [publik] merasa ada semacam jarak antara saya dan mereka,” cerita Tsai.
Tak hanya itu, Tsai juga mengungkapkan penyesalannya pada awal menjabat sebagai pemimpin Taiwan. Ia menyesal tidak menghabiskan cukup waktu dengan pemilih Taiwan.
“Banyak orang mengira saya agak terpisah dari mereka,” katanya.
Walaupun introvert, Tsai membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang keras dan menolak tunduk kepada China. Di tengah rentetan serangan pesawat militer China, Tsai tetap berusaha membela negara itu.
Ia kerap mencari dukungan dari berbagai negara untuk melawan tekanan China, salah satunya Prancis. Pada Kamis (7/10), Tsai bertemu dengan delegasi senator Prancis yang dipimpin oleh mantan Menteri Pertahanan Prancis, Alain Richard.
Di hadapan para senator itu, Tsai pun mengucapkan terima kasih atas perhatian Prancis terhadap situasi terkini di Selat Taiwan beberapa waktu belakangan. (HMP)
Discussion about this post