Daily News|Jakarta – Rusia mengeluarkan protes keras kepada Jerman atas dugaan keracunan tokoh oposisi Alexei Navalny. Moskow mengecam keras Berlin dengan mengatakan klaim tersebut tidak mendasar dan memperingatkan risiko terhadap hubungan diplomatik kedua negara.
Sebagai bentuk protes, duta besar Jerman di Rusia, Geza Andreas von Geyr dipanggil oleh kementerian luar negeri di Moskow.
Rusia memprotes tuduhan tak mendasar dan ultimatum atas dugaan penggunaan zat saraf Novichok dan keterlibatan pejabat senior. Moskow berdalih tuduhan ‘tak mendasar’ sebagai dalih untuk mendiskreditkan pemerintahannya.
Mengutip AFP, Rusia kembali mendesak Jerman untuk menanggapi permintaan jaksa untuk memberikan bukti, termasuk data medis yang menyatakan bahwa Navalny telah diracun.
Pihak kementerian mengatakan apabila Jerman menolak permintaan tersebut, Rusia menganggap hal itu sebagai bentuk ‘provokasi permusuhan’ sehingga berimbas pada hubungan diplomatik.
Juru Bicara Pemerintah Rusia, Dmitry Peskov, pekan lalu membantah tuduhan Jerman yang menyebut jika mereka di balik upaya meracun Navalny.
“Sampai sejauh ini kami belum menerima informasi apapun. Kami harapan secepatnya hal itu dilakukan dan bisa membantu kami apa yang menyebabkan dia berada dalam kondisi seperti saat ini,” kata Peskov dalam jumpa pers di Moskow.
Sebaliknya, pemerintah Rusia justru menuding tuduhan keterlibatan mereka sebagai sebuah kapanye disinformasi untuk menjatuhi sanksi baru terhadap Moskow.
“Kampanye disinformasi besar-besaran sedang terjadi yang bertujuan untuk ‘memobilisasi sentimen sanksi’ dan tidak ada hubungannya dengan kesehatan Navalny atau ‘mencari tahu alasan sebenarnya ia dirawat di rumah sakit,” tulis kementerian luar negeri Rusia dalam keterangannya
Uni Eropa sempat mengancam akan menjatuhi sanksi dan memperingatkan Rusia dengan kemungkinan “tindakan yang tepat, termasuk melalui tindakan pembatasan”.
Seorang diplomat mengatakan, ‘tindakan pembatasan’ merupakan kode sanksi untuk melarang individu bepergian ke Uni Eropa dan akan membekukan aset yang dimiliki individu di blok tersebut. Pada 2019, UE telah menambahkan empat anggota Dinas Intelijen Militer (GRU) Rusia ke daftar sanksinya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan ada kemungkinan pejabat senior Rusia yang memerintahkan penggunaan zat saraf Novichok pada Navalny.
“Saya pikir orang-orang di seluruh dunia melihat aktivitas semacam ini sebagaimana adanya,” kata Pompeo dalam wawancara radio, Rabu (9/9).
“Dan ketika mereka melihat upaya untuk meracuni seorang pembangkang dan mereka menyadari bahwa ada kemungkinan besar bahwa ini benar-benar diperintah oleh pejabat senior Rusia, saya pikir ini tidak baik bagi rakyat Rusia,” ujarnya menambahkan.
Navalny diduga diracun menggunakan zat saraf Novichok dalam penerbangan dari Kota Tomsk, Siberia, menuju Moskow, Rusia. Ia sempat dirawat di rumah sakit Siberia sebelum ditransfer ke Jerman.
Novichok dikembangkan oleh militer Soviet dan tidak tersedia secara bebas, tapi fakta penggunaannya saja tidak cukup. UE dan NATO telah menyerukan penyelidikan independen internasional terhadap kasus Navalny.
Rumah Sakit Charite di Berlin, Jerman yang merawat Navalny pada Senin (7/9) menyatakan pemimpin oposisi Rusia itu telah melewati masa kritis dan tidak lagi dalam kondisi koma. (HMP)
Discussion about this post