Daily News | Jakarta – Dalam beberapa tahun terakhir, demokrasi di Indonesia terus memudar. Pelaksanaan Pemilu 2024 menjadi puncak kematian demokrasi di Bumi Pertiwi.
Demikian disampaikan oleh Ketua Jurusan/Program Studi Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Karina Utami Dewi SIP, M.A dalam orasinya pada acara UII Memanggil bertajuk Selamatkan Demokrasi Indonesia, Kamis, 14 Maret 2024.
Dia menyatakan, apa yang disampaikan ini bukan mewakili kelompok atau mendukung dan menentang paslon tertentu. “Kami berdiri di sini menyampaikan ungkapan keprihatinan terhadap demokrasi yang kian sekarat,” katanya.
Karina menilai, Presiden Jokowi yang selama ini dikenal dicintai rakyat, justru menjadi garda terdepan dalam merusak nilai-nilai demokrasi.
“Demokrasi di permukaan tidak ada masalah, narasi Indonesia Emas kian membahana, padahal rakyat dikecoh oleh nilai nir etika,” katanya.
“Kami berdiri di sini sebagai ungkapan kegelisahan atas terjadinya abuse of power atau penyalahgunaan kewenangan dalam melanggengkan kekuasaan politik dinasti,” jelasnya.
Akademisi muda ini mengungkapkan, Presiden Jokowi yang digdaya semakin melemahkan aktivitas elektoral yang seharusnya berjalan dengan independen dan bersih.
“Tanpa rasa malu mengintervensi Mahkamah Konstitusi demi sang putra sulung, Gibran Rakabuming Raka menjadi cawapres,” ungkapnya.
Karina juga mengkritik partai politik yang tidak lagi bekerja dengan baik dan kehilangan independensi. Partai politik justru menjadi pengincar kekuasaan, menjadi pemuja Jokowi demi mendapatkan jabatan dan menjadi tangan tangan para oligarki demi pundi-pundi uang.
“Kami berdiri di sini sebagai ikhtiar melawan upaya terstruktur yang menghilangkan check and balances dalam pemerintah,” tegasnya.
Sejalan dengan hal itu, kata dia, kebebasan sipil terus memudar, ruang aman untuk mengkritik pemerintah semakin berkurang serta lembaga peradilan semakin melemah.
“Kita tidak boleh diam, kita harus melawan. Kita harus mengembalikan penegakan hukum dan keadilan untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, bukan untuk otoritarianisme Indonesia dan penguasa,” jelasnya.
Dia mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan atau keluarga. “Kita tidak boleh diam melihat nilai nir etika yang berujung pada matinya demokrasi. Kita harus menjadi penjaga keutuhan demokrasi dan penegakan supremasi hukum,” tegasnya.
Karina mengajak saatnya elemen masyarakat bersatu, merapatkan barisan menegakkan demokrasi dengan prinsip-prinsip keadilan. “Jangan sampai Indonesia terjerumus pada praktek otoritarianisme,” kata dia.
Sementara itu, pantauan KBA News di lokasi, selain Karina Utami Dewi, sejumlah sivitas akademika turut menyampaikan orasi dan baca puisi. Mereka antara lain Pito Agustin Rudiana, Prof Dr Masduki, Prof Dr Ridwan, Dr. Sri Hastuti Puspitasari, Dr Abdul Jamil, M Rafsan Jzani, dan lainnya.
Di pengujung acara, mereka melakukan tabur bunga di atas keranda yang ditutup kain hitam bertulis Demokrasi. Tabur bunga ini sebagai simbol kematian demokrasi di Indonesia. (EJP)
Discussion about this post