Daily News | Jakarta – Direktur Gerakan Perubahan dan Koordinator Indonesia Bersatu, Muslim Arbi, menulis artikel yang viral di media sosial beberapa waktu yang lalu .
“Jendral Purnawirawan Moeldoko, mantan Panglima TNI sampai saat ini masih menjabat sebagai KSP, Kepala Staf Presiden. Artinya: Moeldoko, putera Kediri itu masih sebagai pejabat pemerintahan Jokowi yang bertugas di Istana Negara,” tulisnya di awal.
Artinya Moeldoko adalah bawahan Jokowi. Dan sampai saat ini pun Jokowi masih mempertahankan mantan KASAD Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai Kepala Staf Presiden.
Artinya. Segala tindakan Moeldoko sebagai Kepala Staf Presiden (KSP) pasti dilaporkan dan diketahui Jokowi, mengsebagai atasan nya.
Publik tahu itu. Dan publik tahu Moeldoko sedang ajukan gugatan ke MA untuk berjuang keras merebut Partai Demokrat dari kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Muslim mencatat, dalam berbagai gugatan sebelum melalui PN dan PT Moeldoko selalu kalah. Artinya Moeldoko gagal merebut dan menguasai Partai Demokrat, partai yang dilahirkan dan dibesarkan oleh SBY, Presiden ke 6 RI.
“Publik juga mengetahui bahwa Jendral Moeldoko bukan pendiri Partai Demokrat, pengurus atau kader sekalipun”.
Menjadi pertanyaan. Kalau memang Jendral Moeldoko mau berpolitik. Mengapa Moeldoko tidak mencontoh senior – seniornya seperti: Jendral Eddy Sudradjat yang mendirikan partai PKPI, Jendral Wiranto yang melahirkan Partai Hanura, Jendral Prabowo yang bikin Partai Gerindra.
Mengapa Moeldoko berjuang keras merebut Demokrat dan Jokowi membiarkan nya?
Publik juga bertanya: “Apakah Jokowi tidak tahu tindakan Moeldoko selama ini? Pasti tahu lah. Tapi mengapa membiarkan Moeldoko lakukan itu?”
Ada beberapa kemungkinan sikap Jokowi membiarkan Moeldoko terus berikhtiar merebut Demokrat.
1. Moeldoko memang sedang diadu dengan SBY oleh Jokowi.
2. Jika Moeldoko sukses mengambil-alih Demokrat melalui Mahkamah Agung, bisakah Moeldoko dijadikan cawapres pendampingi Ganjar?
3. Bila Moeldoko berhasil, Anies akan digagalkan capres karena Demokrat Moeldoko pasti akan pro ke Istana dan calon yang dipersiapkan Istana.
4. Karena untuk mengamankan agenda Jokowi menggagalkan pencapresan Anies, maka langkah Moeldoko pasti didukung oleh Jokowi.
5. Jika Jokowi tidak dukung Moeldoko, maka dipastikan Jokowi akan menjatuhkan sanksi terhadap Moeldoko karena dianggap telah bertindak merusak. Merusak konsitusi; merusak demokrasi; merusak moral dan hukum.
6. Artinya: Jokowi memang berada di belakang Moeldoko.
Apakah memang demikian? Yang terjadi sehingga Jokowi membiarkan Moeldoko berjuang keras dan mati-matian demi merebut Demokrat?
Jika Jokowi memang tidak berada di belakang Moeldoko, maka dipastikan Moeldoko akan dibuang dari Istana dalam posisi sebagai KSP. Namun itu tidak dilakukan oleh Jokowi.
Publik membaca. Manuver Moeldoko merebut Demokrat dengan menggunakan Mahkamah Agung dari SBY pasti disokong Jokowi dan Jokowi berada di belakang nya.
Publik juga bertanya, apakah ada dendam yang sangat Jokowi terhadap SBY? Sehingga dia mau menggampar SBY pakai tangan Moeldoko?
“Apakah ini yang dimaksud oleh Jokowi dengan cawe-cawe (meddling) dalam soal Pilpres?” tanya Muslim menutup artikelnya. (AM)
Discussion about this post