Daily News|Jakarta – Negarakertagama artinya negara dengan tradisi spiritual versi Mpu Prapanca. Kitab Negarakertagama terdiri dari lima bagian. Bagian pertama ditemukan di Antapura, Lombok. Bagian kedua yang ditemukan di Bali berjudul Desawarnana. Sementara bagian ketiga hingga kelima masing-masing ditemukan di Karang Asem, Klungkung, dan Geria.
Kitab Negarakertagama pada masa pemerintahan Sri Rajasanagara, atau yang lebih dikenal dengan nama Prabu Hayam Wuruk. Karenanya wajar isi Kitab Negarakertagama menguraikan kisah keagungan Prabu Hayam Wuruk dan puncak kejayaan Kerajaan Majapahit.
Kitab Negarakertagama terdiri dari 98 pupuh (puisi atau syair), dengan pembagian 7 pupuh membahas keluarga raja, 9 pupuh membahas keagungan dan wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit, 23 pupuh membahas perjalanan Prabu Hayam Wuruk berkeliling Lumajang pada 1959, lalu 10 pupuh membahas silsilah raja Kerajaan Majapahit, dan 10 pupuh membahas perjalanan Prabu Hayam Wuruk ketika berburu di hutan Nandawa.
Selebihnya, 23 pupuh membahas perhatian Prabu Hayam Wuruk pada leluhurnya dan berita mengenai kematian Patih Gajah Mada, 9 pupuh membahas perihal upacara keagamaan di Kerajaan Majapahit, 7 pupuh membahas tentang seorang pujangga yang setia kepada rajanya.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit dalam pupuh 13 sampai 14, Mpu Prapanca menyebut beberapa wilayah di perbatasan Indonesia saat ini. Seperti Sumatera, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Papua, Singapura dan beberapa kepulauan Filipina yang kemudian acap disebut Nusantara.
Dalam versi lain, Nusantara secara spesifik merujuk kepada Indonesia (kepulauan Indonesia), yang juga tercatat dalam kitab Negarakertagama untuk menggambarkan konsep kenegaraan yang dianut Majapahit; yang kawasannya mencakup sebagian besar Asia Tenggara.
Tahun 1900-an istilah Nusantara dihidupkan Kembali oleh Ki, Hajar Dewantara sebagai salah satu nama alternatif untuk negara Indonesia merdeka sebagai kelanjutan dari Hindi Belanda. Meski kemudian yang disetujui kemudian adalah nama Indinesia untuk Negara kita yang baru merdeka itu kemudian.
Namun sebutan untuk Nusantara tetap diabadikan sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia. Pada zaman dahulu Nusantara selalu dipakai untuk menggambarkan kesatuan geografi-antropologi kepulauan yang terletak di antara benua Asia dan Australia (termasuk Semenanjung Melayu). Hingga dalam perkembangan kemudian istilah Nusantara hanya untuk merujuk wilayah kepulauan Indonesia.
Konsep negara Jawa yang tercermin pada kerajaan yang Berjaya pada abad ke-13 hingga ke-15, raja adalah dewa juga. Karena yang memerintah itu dianggap penjelamaan dari dewa. Karena itu, Kerajaan Majapahit yang menjadi acuan membagi negara menajdi tiga bagian.
Pertama Negara Agung yang dimaksud dari daerah disekeliling Ibu Kota Kerajaan, kedua mancanegara sebagai daerah-daerah yang ada di sekitarnya yang ditandai oleh kemiripan budayanya dengan Negara Agung. disebutkan (Wikipedia) meliputi Madura, BaIi dan lampung serta Palembang dan daerah lainnya.
Yang ketiga, Nusantara itu dimaksudkan pada pulau lain di luar Jawa yang masih memiliki pengaruh budaya Jawa hingga menjadi daerah taklukan yang ditandai dengan cara memberi upeti.
Pernyataan Maha Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa: Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukita palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa. (“Dia Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada,
“Jika telah mengalahkan pulau-pulau lain, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa”).
Yang menarik, sejumlah sejarawan Indonesia percaya bahwa konsep kesatuan Nusantara bukanlah pertama kali dicetuskan oleh Gajah Mada dalam Sumpah Palapa pada tahun 1336, melainkan dicetuskan lebih dari setengah abad sebelumnya oleh Kertanegara pada tahun 1275.
Sebelumnya dikenal konsep Cakrawala Mandala Dwipantara yang dicetuskan oleh Kertanegara, raja Singhasari. Konsep Cakrawala Mandala Dwipantara itu sendiri dalam bahasa Sanskerta dimaksudkan untuk “kepulauan antara”, yang maknanya sama persis dengan Nusantara, karena “dwipa” adalah sinonim “nusa” yang bermakna “pulau”.
Kertanegara memiliki wawasan suatu persatuan kerajaan-kerajaan Asia Tenggara di bawah kewibawaan Singhasari dalam menghadapi kemungkinan ancaman serangan Mongol yang membangun Dinasti Yuan di Tiongkok.
Karena alasan itulah Kertanegara meluncurkan Ekspedisi Pamalayu untuk menjalin persatuan dan persekutuan politik dengan kerajaan Malayu Dharmasraya di Jambi. Sebagai buktinya, Kertanegara sempat memberi persembahan berupa Arca Amoghapasa sebagai hadiah untuk menyenangkan hati penguasa dan rakyat Malayu. Sebagai balasannya raja Melayu mengirimkan putrinya; Dara Jingga dan Dara Petak ke Jawa untuk dinikahkan dengan penguasa Jawa.
Kini Nusantara hendak digunakan sebagai nama Ibu Kota Negara Indonesia yang baru – yang hendak dipindahkan dari Jakarta ke Penajam, Kalimantan Timur.
Riuh protes dan gugatan pun marak menjadi pemberitaan media, utamanya yang lebih gencar dan heboh lewat media online. Sementara dari bilik lain muncul sejumlah Guru Besar yang meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk tidak memindahkan Ibu Kota Negara, karena waktunya belum tepat dilakukan sekarang.
Diantara sejumlah Guru Besar yang akan melakukan yudisial review pada UU IKN itu diantaranya adalah Prof. Dr. Sri-Edi Swasono, Prof. Dr. Azyumardi Azra, Prof. Dr. Din Syamsuddin, Prof. Dr. Nurhayati Djamas, Prof. Dr. Daniel Mohammad Rasyied, Prof. Dr. Busyro Muqodas, Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, Prof. Dr. Widi Agus Pratikto, Prof. Dr. Rochmat Wahab, Prof Dr. Carunia Mulya Firdausy, Prof Syaiful Bakhry, Prof Zaenal Arifin Hosein dan Prof Dr. Mas Roro Lilik Ekowanti, MS.
Sejumlah nama guru beser yang merpertaruhkan namanya dalam upaya menggugat pembatalan pemindahan IKN dari Jakarta ke Kalimantan Timut iyu direalase secara meluas olreh media massa baik di pusat maupun di media massa daerah.
Sedangkan nama IKN itu sendiri pun sudah disahkan namanya oleh Presiden Joko Widodo dengan sebutan Nusantara, seperti terkesan mengacu pada Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca semasa kerajaan Majapahit. (DJP)
Discussion about this post