Daily News – Indonesia Corruption Watch (ICW) berpandangan UU KPK yang baru akan mematikan agenda pemberantasan korupsi di negeri ini. Sebab sejumlah pasal kontroversial otomatis akan diberlakukan pada lembaga anti rasuah itu. Setidaknya ada beberapa pasal yang menimbulkan kekacauan hukum.
” Seperti tiadanya pasal peralihan, tiadanya Dewan Pengawas, ijin penindakan kepada Dewan Pengawas dan lain sebagainya. Namun Presiden Jokowi sampai detik ini bergeming atas desakan untuk menerbitkan Perppu KPK,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana di Jakarta, Jumat (18/10).
Padahal lanjutnya, dengan Perppu KPK, Presiden bisa dianggap melakukan upaya terbaik untuk menyelamatkan agenda pemberantasan korupsi. Sebab penting untuk ditegaskan bahwa seluruh pasal yang disepakati oleh DPR bersama pemerintah dipastikan akan memperlemah KPK.
” Dan mengembalikan pemberantasan korupsi ke jalur lambat,” ujarnya.
Sebagai contoh, kata dia, pembentukan Dewan Pengawas yang anggotanya dipilih presiden dan memiliki wewenang memberikan izin penindakan perkara rawan intervensi eksekutif. Demikian pula, penerbitan SP3 dalam jangka waktu 2 tahun apabila perkara tidak selesai. Ketentuan ini berpotensi menghentikan perkara besar yang sedang ditangani oleh KPK.
Namun, ujar Kurnia, harus dipahami, bahwa cepat atau lambat Dewan Pengawas akan terbentuk. Jadi, pernyataan yang menyebutkan terkait dengan pasal peralihan itu hanya dalih tanpa dasar sama sekali. Selain itu, untuk usia minimal Pimpinan KPK baru pun belum selesai dari perdebatan. Dalam draft UU KPK yang selama ini beredar disebutkan usia minimal Pimpinan KPK dapat dilantik adalah 50 tahun. Sedangkan salah satu Pimpinan KPK terpilih yakni Nurul Ghufron belum sampai batas usia minimal UU KPK baru.
“Tentu ini menjadi kekosongan hukum yang harusnya dapat diisi oleh Perppu,” ujarnya.
Selain dari substansi, menurut Kurnia persoalan formil pun masih menjadi sorotan publik. Misalnya mulai dari tidak masuk Prolegnas prioritas 2019 dan tidak dihadiri oleh kuorum paripurna DPR saat pengesahan. Demikian pula, KPK secara institusi juga tak pernah dilibatkan pada proses pembahasan.
” Kejadian di atas memberikan gambaran bahwa dua cabang kekuasaan, baik eksekutif dan legislatif memiliki niat untuk mengkerdilkan agenda pemberantasan korupsi,” cetusnya.
(Supriyatna/Daily News Indonesia)
Discussion about this post