Daily News – Wacana pemilihan presiden melalui mekanisme pemilihan di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sempat mencuat ke permukaan. Bambang Soesatyo, Ketua MPR sekarang, ketika masih jadi Ketua DPR, sempat melontarkan wacana itu. Jika Pilpres di MPR itu diwujudkan, orang seperti Tri Rismaharini atau Ridwan Kamil tak akan dilirik.
Direktur Riset Charta Politika, Muslimin mengungkapkan hal itu di Jakarta, Kamis (17/10). Menurut Muslimin, calon presiden yang berpeluang maju dalam pemilihan di MPR, tentu adalah para ketua umum partai. Tokoh yang disukai publik, boleh jadi tidak akan dilirik. Sebab yang menentukan adalah para elit di MPR. Bukan rakyat, seperti dalam pemilihan presiden secara langsung. Karena itu, kalau wacana pemilihan presiden di MPR tetap dipaksakan, sama saja demokrasi di Indonesia mundur kembali ke belakang.
” Saya menilainya demokrasi kita mundur, sangat tidak relevan dengan situasi sekarang,” kata Muslimin.
Presiden Jokowi, lanjut Muslimin adalah produk hasil dari pemilihan secara langsung. Pun, tokoh lainnya yang populer seperti Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini atau Risma. Atau seperti Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Serta tokoh populer lainnya. Mereka bisa pentas ke panggung politik Nasional, karena diberi jalan oleh pemilihan langsung. Tanpa itu, yang muncul adalah para ketua partai. Bukan tokoh yang besar karena populer di mata publik.
” Ya jelas rugi itu rakyat. Pemilihan presiden secara langsung itu kaitannya dengan pemenuhan kedaulatan rakyat. Kalau Pilpres dikembalikan ke MPR, para pemimpin seperti Jokowi, Risma, Nurdin Abdullah, TGB, Ridwan Kamil, sulit dapat tempat. Mereka kan produk pemilihan langsung,” ujarnya.
Pemilihan presiden di MPR, lanjut Muslimin, hanya akan menyuburkan oligarki politik. Kekuasaan pun, dari elit untuk elit. Bukan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Otak-otik siapa yang jadi pemimpin Negara, sepenuhnya hanya ada di tangan segelintir elit di MPR. Rakyat hanya jadi penonton. Ini jelas kerugian besar bagi Rakyat Indonesia, jika pemilihan presiden dikembalikan ke MPR.
” Kalau presiden dipilih oleh MPR, nanti otak-atik politik akan diserahkan ke para elite, bukan manifestasi kedaulatan rakyat,” ujarnya.
Tapi untungnya, kata dia, wacana itu layu sebelum berkembang. Tidak lagi diwacanakan. Bahkan Ketua MPR, Bambang Soesatyo sudah menegaskan tidak akan menghidupkan wacana itu lagi. Kalau sampai MPR memaksakan itu, pasti akan ada gelombang penolakan dari rakyat.
(Supriyatna/Daily News Indonesia)
Discussion about this post