Daily News|Jakarta – Mantan Ketua DPR Fadli Zon risau, mengapa masalah sederhana dan jelas tetapi sudah lebih dua tahun pemulangan Imam Besar Front Pembela Islam atau FPI, Habib M. Rizieq Shihab ke Tanah Air masih menjadi polemik dan tak jelas rimbanya.
Fadly Zon yang kini menjadi anggota Komisi I DPR mengkritisi Pemerintah RI lemah komitmen dalam persoalan tokoh yang akrab disapa Habib, atau HRS, itu
Fadli mengatakan, dari berbagai pernyataan yang mewakili pemerintah disebut ada sejumlah persoalan yang menghambat kepulangan HRS.
“Tetapi, semua tuduhan tersebut tak ada yang terbukti. Termasuk, isu overstay yang sering dijadikan alasan pemerintah dan dugaan pelanggaran hukum yang HRS lakukan di Arab Saudi,” kata Fadli, dalam keterangannya, Selasa 26 November 2019.
Fadli menekankan, sudah berulangkali bertemu dengan HRS di kediamannya di Mekah, Arab Saudi. Kesempatan itu dalam kegiatan haji dan umrah, saat dia masih menjabat Wakil Ketua DPR periode 2014-2019.
Kata dia, HRS saat itu menceritakan dan menunjukkan bukti-buktu berulang kali mencoba keluar dari Saudi Arabia bersama keluarga.
“Tiket telah dibeli, bahkan pernah keluarganya telah keluar lewat imigrasi, tetapi HRS tak bisa keluar. HRS menyampaikan, niatnya waktu itu untuk menuntaskan program doktoralnya di Malaysia,” jelas Wakil Ketua Umum Gerindra itu.
Dia juga menyebut pengalamannya pada September 2018, yang pernah menerima pengaduan resmi dari tim advokat Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama.
Menurutnya, tim advokat GNPF ketika itu menyampaikan pada Juli 2018, HRS dilarang keluar oleh petugas imigrasi Arab Saudi, saat hendak ke Malaysia untuk mengurus disertasi S3. Padahal, saat itu, HRS memiliki izin tinggal yang masih berlaku.
“Herannya, larangan tersebut belum dicabut, hingga akhirnya visa HRS habis masa berlakunya (overstay). Ada invisible hand di balik kasus HRS yang menghambatnya keluar dari Saudi,” tutur Fadli.
Dia pun heran dengan, cara pemerintah Jokowi yang terkesan menyepelekan polemik ini. Salah satunya kendala kepulangan HRS seperti beberapa hari lalu, yang disampaikan Menko Polhukam, Mahfud MD.
Polemik pencekalan HRS yang tak bisa keluar dari Arab Saudi, bukan karena Pemerintah RI. Namun, kata Mahfud, tergantung dari sisi Pemerintah Arab Saudi dan HRS.
“Jika hambatan kepulangan HRS ada di sisi pemerintah Arab Saudi, bagaimana peran Pemerintah Indonesia untuk menangani masalah tersebut? HRS bukan warga Saudi. Berlarut-larutnya kepulangan HRS dari Arab Saudi ke Indonesia, menurut hemat saya, mengindikasikan kegagalan diplomasi pemerintah dalam melindungi segenap bangsa Indonesia,” ujarnya.
HRS adalah WNI, berdasarkan UU dia berhak atas perlindungan negara, sama dengan perlakuan dengan WNI lainnya, berdasarkan asas praduga tak-bersalah.
“Merujuk konstitusi sebagai WNI dengan merujuk hukum internasional ataupun nasional, HRS yang saat ini masih berada di Arab Saudi, memiliki hak melekat untuk mendapatkan perlindungan dari Pemerintah RI”, tegas Fadli.
Namun, dengan rangkaian peristiwa yang berlarut-larut seperti membuat pemerintah Jokowi abai terhadap hak warganya. “Negara abai terhadap hak warga negaranya dan cenderung membiarkan masalah ini berlarut-larut,” sebut Fadli.
Lalu, Fadli menyertakan aturan hukum internasional, yang diatur dalam Konvensi Wina 1961 dan Konvensi Wina di mana ditegaskan kewajiban Perwakilan Negara (KBRI atau Konsulat) membela kepentingan warga negaranya yang tinggal di luar negeri.
“Berdasarkan hukum nasional, UU Nomor 37 Tahun 1999 mengenai hubungan luar negeri menegaskan kewajiban Perwakian rI untuk memberikan pengayoman, Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional,” katanya.
Fadli juga menambahkan beberapa aturan itu diperkuat pula oleh Peraturan Menteri Luar Negeri atau Permenlu Nomor 4 Tahun 2008 tentang pelayanan warga pada perwakilan RI di luar negeri.
“Menlu Retno Marsudi saat rapat perdana dengan Komisi I DPR RI pekan lalu, yang menyatakan prioritas politik luar negeri Indonesia akan bertumpu pada prioritas 4+1, dan salah satunya menyangkut diplomasi perlindungan warga negara.”
“Saya kira, sikap yang ditunjukkan pemerintah dalam polemik kepulangan HRS justru mempertontonkan lemahnya kualitas negosiasi dan diplomasi pemerintah dalam memperjuangkan hak warganya. Saya mendorong, agar sikap pemerintah segera dikoreksi,” tegasnya.
“Negara harus hadir melindungi HRS dan memfasilitasi untuk bisa kembali ke Tanah Air dengan sehat dan selamat. Jangan sampai hak HRS sebagai WNI untuk memperoleh perlindungan negara diabaikan, hanya karena perbedaan sikap dan pilihan politik dengan pemerintahan saat ini,” demikian Fadli Zon. (DJP)
Discussion about this post