Daily News | Jakarta – Ibu di Detroit, Amerika Serikat (AS), bernama Porcha Woodruff menggugat Polisi Kota Detroit karena mengaku jadi korban salah tangkap gara-gara kamera pengenal wajah (face recognition) yang kurang canggih.
Perempuan berusia 32 tahun itu sedang menyiapkan kedua anaknya untuk sekolah pada 16 Februari 2023 pagi, kemudian enam polisi mendatangi rumahnya, menangkapnya dengan borgol.
“Mereka menangkap surat perintah penangkapan atas perampokan dan pembajakan mobil, membuatnya bingung dan menganggap itu lelucon, mengingat keadaannya yang tampak hamil,” tulis pengacaranya dalam gugatan yang menuduh polisi salah tangkap.
Gugatan yang diajukan pada Kamis (3/8/2023) menuliskan, polisi menggunakan teknologi pengenal wajah yang tidak dapat diandalkan, terutama saat mengidentifikasi individu kulit hitam seperti Woodruff.
Dikutip dari kantor berita AFP, beberapa ahli mengatakan bahwa teknologi pengenal wajah lebih rentan salah saat menganalisis wajah orang kulit berwarna. NBC News pada Minggu (6/8/2023) melaporkan, kantor kejaksaan Wayne County menyebutkan surat perintah penangkapan Woodruff memiliki dasar yang kuat dan sudah sesuai fakta.
Kasus ini bermula pada akhir Januari 2023 ketika polisi melaporkan penyelidikan pembajakan mobil oleh orang bersenjata. Polisi kemudian menggunakan rekaman CCTV pom bensin dan melacak perempuan yang diduga terlibat kejahatan tersebut, menurut rayuan.
Analisis pengenal wajah dari video yang mengidentifikasi Woodruff yang saat itu sedang hamil delapan bulan sebagai orang yang mungkin cocok.
Foto Woodruff dari penangkapan pada 2015 dimasukkan ke dalam satu set foto yang diperlihatkan kepada korban pembajakan mobil, dan dia mengiyakannya.
Menurut rayuan perdata, Woodruff telah dibebaskan dengan jaminan pada hari penangkapannya. Dakwaan terhadapnya kemudian dibatalkan karena tidak cukup bukti. “Kasus ini kelemahan signifikan terkait penggunaan teknologi wajah pengenal untuk mengidentifikasi kecurigaan kriminal,” kata gugatan itu.
Menanggapi peristiwa salah-tangkap tersebut, Andi Akmal, seorang konsultan terkemuka dari PT Deli Graha Persada menyatakan salah-tangkap bisa terjadi apabila software yang digunakan tidak handal, dan ini berbahaya.
“Pengenal identifikasi individu itu telah berkembang jauh. Dimulai dengan sidik-jari, lalu meningkat dengan penggunaan retina (mata) yang selama ini dipandang unik karena tidak ada kesamaan di antara imiiaran umat manusia.”
“Tetapi dengan semakin meningkatnya teknologi sidik jari dan retina juga sudah bisa dipalsukan orang. Karena itu, para ahi IT mencari teknologi yang bisa menelusuri jejak manusia yang tak bisa dipenetrasi.”
“Ada sebuah perusahaan dari Korea Selatan, bergerak dalam teknologi pemantauan dengan nama ‘intelligent video surveillance’ yang pertama kali berhasil menemukan sistem identifikasi yang unit dan tak terkembus oleh pemalsuan, dengan memantau ‘aura’ manusia,” jelasnya kepada Daily News Indonesia, Selasa (8/8) di Jakarta.
Menurut Andi, sistem yang baru ditemukan ini telah mengungguli berbagai produk dari berbagai negara lain, dan perusahaan produsennya, IVS, telah memasarkan produknya di berbagai negara dan benua serta mendapat pengakuan dunia.
Menurut Andi, teknologi yang dimiliki oleh IVS ini segera akan memasarkan produknya di Indonesia, dan telah beberapa kali melakukan presentasi produk canggihnya.
IVS bekerjasama dengan PT Deli Graha Persada sebagai sole distributor segera hadir kembali di Indonesia dengan peningkatan signifikan kecanggihan produknya untuk pengamanan VIP, pengendalian masa, pemantauan fasilitas-fasilitas vital, kontrol highway dan sebagainya. (EJP)
Discussion about this post