Daily News|Jakarta Mahasiswa kelas Komunikasi Politik Peminatan Jurnalistik dan Media Massa Universitas Bakrie menggelar survei terkait Pilkada 2020. Survei yang respondennya merupakan mahasiswa ini mengukur persepsi apakah Pilkada 2020 perlu digelar di tengah pandemi corona atau ditunda.
Survei digelar 29 September hingga 9 Oktober dengan melibatkan 224 mahasiswa sebagai responden. Mahasiswa yang menjadi responden berasal dari 54 kampus dari 22 kota yang menggelar pilkada, dari Medan hingga Manokwari.
54 kampus tersebut antara lain Universitas Sumatera Utara, Universitas Negeri Jember, Undip Semarang, Universitas Andalas Padang, Universitas Hasanuddin Makassar, hingga Universitas Negeri Surabaya.
Hasilnya, mayoritas mahasiswa yaitu 74,6 persen menjawab tak setuju Pilkada 2020 tetap digelar 9 Desember. Yang setuju Pilkada tetap dilaksanakan hanya 25,4 persen. Dosen Komunikasi Politik Universitas Bakrie Algooth Putranto menjelaskan ada sejumlah alasan mengapa responden memilih menunda Pilkada 2020.
Survei persepsi mahasiswa Indonesia terhadap Pilkada Serentak 2020. Foto: Universitas Bakrie.
“Sebanyak 58,5 persen menilai Pilkada akan memperbesar kasus COVID-19. Sementara itu, 28,3 persen menilai kesehatan masyarakat lebih penting dari pilkada,” jelas Algooth, Kamis (22/10).
Alasan lain yaitu, karena khawatir partisipasi masyarakat dalam pilkada justru turun karena takut tertular corona (8,2 persen), ada juga yang menilai Pilkada 2020 hanyalah alat bagi anak Jokowi dan Ma’ruf Amin. Alasan terakhir, pemerintah daerah toh tetap dapat berjalan dengan adanya penjabat sementara.
Algooth menjelaskan, survei juga mengukur soal saran kapan Pilkada 2020 sebaiknya dilaksanakan.
“Sebanyak 81,8 persen menilai Pilkada diundur hingga vaksinasi nasional tuntas dilaksanakan. Ada juga yang menyarankan Pilkada Serentak ditunda hingga 2024 (3,8 persen).
Sementara itu, responden yang setuju Pilkada 2020 tetap digelar memiliki beberapa alasan. Pertama, Pilkada dianggap memberikan kepastian adanya pemimpin daerah (37 persen), pilkada juga menjaga hak konstitusi pemilih (35,2 persen).
Ada juga responden yang menilai pilkada harus digelar karena merupakan keputusan pemerintah (24,1 persen). Alasan terakhir, penundaan pilkada akan menyebabkan hilangnya anggaran pilkada (3,7 persen).
Algooth menjelaskan metode survei menggunakan clustering bertingkat. Tingkat pertama yaitu purposive untuk menentukan kota. Kemudian, tingkat kedua random sampling dengan ketentuan mahasiswa aktif di 22 kota. Penyebaran survei via Google form oleh mahasiswa. (DJP)
Discussion about this post