Daily News | Jakarta – Semakin dekat dengan berakhirnya jabatan Presiden Jokowi semakin gila pula pengumuman hasil-hasil survey yang jelas-jelas merupakan bagian dari skenario mengganjal Anies Baswedan yang ditakuti oligarki dan karena itu ingin dicegah jangan sampai dia ikut dalam kontestasi pilpres.
Oligarki juga membuat opini negatif tentang Anies saat mereka mengamankan capres yang dipilih dalam rangka melanjutkan kebijakan untuk kepentingan mereka.
Tidak aneh jika di permukaan terasa ganjil dan cenderung ingin menggiring opini publik dan perbuatan perusahaan survey abal-abal ini semakin meresahkan rakyat, komentar netizen kepada Daily News Indonesia beberapa waktu yang lalu.
“Survei-survei model seperti ini kian marak, dan mereka rajin mengerjakan pesanan yang pada akhirnya adalah kesederhanaan demokrasi. Jualan mereka adalah bentuk ‘kebohongan publik’ seperti praktik ini harus diawasi dan diakhiri.”
Publik kini sadar, semakin mendekat ke tahun 2024 maka kegiatan survey -profesional atau abal-abal semakin menggila. Ada dana ratusan triliun rupiah, seperti dugaan pengacara Kamaruddin Simanjuntak, untuk pekerjaan media, politisi, penegak hukum dan pemerintah demi tujuan menang-menangan dan target tetap berkuasa.
Para perusahaan survey ini sebenarnya sadar bahwa rakyat mengerti mereka bermaksud menipu opini yang menjual hasil jajajak-pendapat mereka ke publik. Mereka sadar para kontestan partai bahkan calon capres melakukan sendiri survei internal apa adanya karena penting untuk krisis politik.
Tapi isunya bukan itu, melainkan adanya dana besar oligarki yang bisa dicaikan dengan proposal dengan tujuan-tujuan tadi, komentar ahli survei kepada DNI News beberapa waktu lalu.
“Kini hampir setiap hari ada saja pihak yang mengaku perusaaan survey, padahal menjadi ukonltan politik, meluncurkan hasil survey mereka dalam rangka mempengaruhi opini publik, tentu dengan bayaran,” komentar pakar survey itu, Andi, kepsda DNI News.
“Agak tragis juga, pemilu dan pilpres adalah lahan mereka untuk ‘rame-rame pata cengke’ pria telah terpaksa mengorbankan kejujuran akademis demi ‘bertahan hidup’, menerima survei pesanan meskipun terpaksa berbohong kepada rakyat,” jelasnya.
“Besok, muncul lagi perusahaan survei mengumumkan hasil yang bertolak belakang yang membuat masyarakat semakin tidak percaya terhadap hasil-hasil survei yang dipublikasikan dengan tujuan yang jelas dan materi yang tidak seimbang,” bagitu komentar netizen kecewa tanpa adanya pengawasan dari organisasi profesi baik secara etika maupun dari segi survei metodologi keabsahan.
Seperti diketahui, banyak perusahaan konsultan politik dengan kontrak pembayaran perlindungan di balik survei yang seyogianya mencerdaskan publik dengan hasil survei yang secara etika dan metologis dapat dipertanggung jawabkan malah menjadi penggiring opini, komplain warganet.
“Perusahaan survey dalam praktik ini justru merusak demokrasi, demikian kesimpulan dari berbagai komentar netizen di media sosial.Sulit pula meyakinkan publik bahwa hasil survei berbeda-beda yang tendensius itu akan dijadikan acuan oleh koalisi yang sudah maupun akan terbentuk untuk penentuan capres-cawapres mereka. Karena, partai-partai kunci biasanya mempunyai survei internal yang lebih terpercaya.
Lihatlah kejanggalan hasil Survei Indo Barometer yang mengklaim elektabilitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersaing ketat dalam simulasi calon presiden di Pilpres 2024.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari menyebut elektabilitas Ganjar berada di posisi pertama dengan 30,3 persen. Kemudian Prabowo dengan 28,4 persen dan Anies dengan 25,3 persen.
“Kalau Berdasarkan elektabilitas. Maka tiga nama ini bersaing ketat,” kata Qodari di kawasan Hotel Harris, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (21/3).
Qodari menyebut pihaknya juga membuat simulasi lima nama capres dengan pertanyaan tertutup. Nama Ganjar Pranowo tetap menduduki posisi puncak dengan 29,4 persen.
Sementara Prabowo diposisi kedua dengan 27,5 persen; Anies Baswedan 23,9 persen; Puan Maharani 1,4 persen; dan Airlangga Hartarto 0,3 persen.
Qodari mengatakan tak bisa menjawab siapa capres yang bakal menang di Pilpres 2024 mendatang. Menurutnya, saat ini konstelasi capres pun belum final.
“Pertarungan akan sengit dan seimbang jika yang maju adalah tiga nama dengan elektabilitas tertinggi seperti pola yang terjadi selama ini,” ujarnya.
Survei Indo Barometer dilakukan pada periode 12-24 Februari 2023. Survei digelar di 33 provinsi yang melibatkan 1.230 responden. Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen.
Hasil survei Indo Barometer ini berbeda dengan hasil survei yang dilakukan oleh lembaga Media Survei Nasional (Median) pada 22-26 Februari 2023 lalu.
Hasil survei Median mencatat elektabilitas Prabowo berada di posisi pertama sebagai calon presiden. Ia unggul tipis dari Ganjar dan Anies di posisi kedua dan ketiga.
Elektabilitas Prabowo berada di angka 20,05 persen. Sementara itu Ganjar di peringkat dua dengan 18,9 persen dan Anies dengan 17,9 persen.
Di posisi keempat Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dengan 9,0 persen dan kelima Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan 3,5 persen.
Sementara itu, survei Litbang Kompas yang digelar 24 Januari-4 Februari 2023 lalu menempatkan Ganjar di posisi teratas di survei elektabilitas calon presiden 2024.
Kemudian Prabowo 18,1 persen; Anies Baswedan 13,1 persen; Ridwan Kamil 8,4 persen; dan Sandiaga Uno 1,6 persen.
Survei Litbang Kompas dilakukan 25 Januari-4 Februari 2023 di 38 provinsi terhadap 1.202 responden memiliki margin of error 2,83 persen.
Sementara itu, lembaga Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mendapati kenaikan tingkat popularitas Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDIP Ganjar Pranowo jelang Pilpres 2024.
Direktur Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Deni Irvani menjelaskan kenaikan tingkat popularitas Ganjar sebagai calon presiden di Pemilu 2024 selama tiga bulan terakhir.
Dalam serangkaian wawancara yang dilakukan tatap muka pada 2-11 Maret 2023 terhadap 1.220 responden, SMRC mendapati popularitas Ganjar adalah yang tertinggi di antara tokoh lain yakni pada angka 90 persen. Setelah Ganjar adalah Menhan yang juga Ketum Gerindra Prabowo Subianto sebesar 81 persen, Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 72 persen.
Lalu Menko Perekonomian yang juga Ketum Golkar Airlangga Hartarto 73 persen, dan Ketua DPR yang juga Ketua DPP PDIP Puan Maharani 45 persen.
“Dalam tiga bulan terakhir, popularitas Ganjar meningkat (dari 87% menjadi 90 persen). Sedangkan popularitas Prabowo sedikit meningkat, dari 77 persen menjadi 81 persen pada periode yang sama. Approval rating untuk Anies turun dari 78 persen menjadi 72 persen,” ujar Deni Irvani dilansir melalui tayangan YouTube di kanal SMRC TV, Selasa (21/3).
Menurut Deni, tingginya tingkat kesukaan terhadap Ganjar menjadi alasan utama mengapa Gubernur Jateng ini mengungguli nama-nama lain.
“Tingkat penerimaan Ganjar yang positif menjelaskan mengapa dukungan kepada Ganjar sementara lebih tinggi dari calon-calon lain,” jelas Deni.
Melalui simulasi tiga nama paling populer yakni Ganjar-Prabowo-Anies, SMRC pun melihat Gubernur Jateng itu masih mengungguli elektabitalitas dua lainnya.
Ganjar unggul dengan dukungan 45,2 persen, disusul Anies 26,2 persen, dan Prabowo 22,3 persen. Angka ini didapat melalui kelompok yang mengetahui nama ketiga calon di atas.
“Jadi Ganjar semakin menguat, begitu. Yang sudah tahu Ganjar sama dengan Prabowo dan Anies, kita masih bisa prediksi kalau Ganjar akan terus mengalami kemajuan dalam waktu ke depan sampai pada hari-H,” jelas Deni.
Namun meski begitu, survei SMRC menunjukkan tingkat pengenalan publik pada Prabowo justru jauh mengungguli di antara tokoh lain.
“Awareness Prabowo sudah maksimal (hampir semua pemilih tahu Prabowo). Sementara itu dalam 3 bulan terakhir awareness Anies cenderung stagnan (86 persen), dan Ganjar perlahan naik (dari 75 persen menjadi 78 persen),” kata Deni.
Pada hasil survei lembaga lain yang dirilis pada hari yang sama, Indo Barometer mendapati Ganjar pun menunjukkan apresiasi yang lebih unggul di mata calon pemilih dibandingkan yang lainnya. Namun, Indo Barometer melihat elektabilitas Ganjar dengan dua tokoh favorit lain yakni Prabowo dan Anies bersaing ketat dalam simulasi Pilpres 2024.
Direktur Eksekutif Indo Barometer M. Qodari menyebut elektabilitas Ganjar berada di posisi pertama dengan 30,3 persen. Kemudian Prabowo dengan 28,4 persen dan Anies dengan 25,3 persen.
“Kalau Berdasarkan elektabilitas. Maka tiga nama ini bersaing ketat,” kata Qodari di kawasan Hotel Harris, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa.
Qodari menyebut pihaknya juga membuat simulasi lima nama capres dengan pertanyaan tertutup. Nama Ganjar Pranowo tetap menduduki posisi puncak dengan 29,4 persen. Sementara Prabowo diposisi kedua dengan 27,5 persen; Anies Baswedan 23,9 persen; Puan Maharani 1,4 persen; dan Airlangga Hartarto 0,3 persen.
Qodari mengatakan tak bisa menjawab siapa capres yang bakal menang di Pilpres 2024 mendatang. Menurutnya, saat ini konstelasi capres pun belum final.
Sebelumnya, Litbang Kompas dalam hasil survei yang dilakukan 25 Januari-4 Februari 2023 di 38 provinsi terhadap 1.202 responden juga mendapati Ganjar di posisi teratas elektabilitas Capres 2024. Dalam hasil survei yang dirilis Rabu (22/2) lalu itu, elektabilitas Anies Baswedan dan Prabowo Subianto diklaim masih naik-turun alias fluktuatif.
Elektabilitas Ganjar disebut konsisten naik dari Januari 2022 sampai Januari 2023. Pada Januari 2022, elektabilitas Ganjar mencapai 20,5 persen. Kemudian pada Juni 2022, naik menjadi 20 persen. Lalu, Oktober 23,2 persen dan terus naik pada Januari 2023 dengan elektabilitas mencapai 25,3 persen.
Sementara itu, elektabilitas Anies pada Januari 2022 yakni 14,2 persen. Elektabilitasnya turun pada Juni 2022 menjadi 12,6 persen, tapi kembali naik pada Oktober menjadi 16,5 persen. Pada Januari 2023, kembali turun menjadi 13,1 persen.
Pada Januari 2023, elektabilitas Prabowo lebih tinggi dari Ganjar dan Anies. Dia mengantongi 28,5 persen. Namun elektabilitasnya terus turun pada Juni sampai Oktober 2022.
Elektabilitas Prabowo pada Juni 2022, 25,3 persen dan Oktober menjadi 17,6 persen. Angkanya naik sedikit pada Januari 2023 menjadi 18,1 persen.
Begitulah adanya peranan survei abal-abal yang bermotivasi mencari duit tanpa merasa bersalah mereka telah merusak demokrasi di negeri ini. Semakin dekat akhir jabatan Presiden Jokowi maka semakin gila pula pengumuman hasil-hasil survey yang jelas-jelas merupakan bagian dari skenario mengganjal Anies Baswedan yang ditakuti oligarki dan karena itu ingin dicegah jangan sampai dia ikut dalam kontestasi pilpres.
Survei-survei model seperti ini kian marak, dan mereka rajin mengerjakan pesanan yang pada akhirnya adalah kesederhanaan demokrasi. Jualan mereka adalah bentuk ‘kebohongan publik’ seperti praktik ini harus diawasi dan diakhiri.
Perusahaan survei ini juga tak sadar, bahwa rakyat mengerti mereka bermaksud menipu opini yang menjual hasil jajajak-pendapat mereka ke publik.
Tapi isunya bukan itu, melainkan adanya dana besar oligarki yang bisa dicaikan dengan proposal dengan tujuan-tujuan tadi, komentar ahli survei kepada DNI News beberapa waktu lalu. (DJP)