Daily News|Jakarta – Kelompok Cipayung Plus mendukung revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, regulasi lembaga antirasuah tersebut sudah berlaku selama 17 tahun. Kelompok Cipayung Plus terdiri dari PMII, GMNI, PMKRI, HMI, GMKI, KMHDI, IMM, dan HIMAHBUDHI.
“Kami Kelompok Cipayung Plus mendukung dilaksanakannya revisi UU KPK,” kata Ketua Umum (ketum) GMNI, Roybatullah Kusuma Jaya dalam keterangannya, Kamis (12/9).
Kelompok Cipayung Plus juga menyoroti hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan yang memberikan status wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan KPK Tahun 2018. KPK diharapkan menjelaskan hal itu kepada publik sebagai pertanggungjawaban kelembagaan.
“Terlebih sebagai pertanggung jawaban moril atas status superbody yang melekat padanya. Hal ini tidak boleh menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pengelolaan keuangan KPK,” tegas Roy.
Roy menyatakan, KPK tidak dibenarkan memposisikan diri sebagai korban yang seakan-akan menjadi incaran dari berbagai pihak. Sehingga pada akhirnya menimbulkan pembenturan diantara masyarakat.
Dari mulai isu pelemahan istitusi, permasalahan krediniltas para tim seleksi calon pimpinan KPK dan kinerja tim seleksinya. “Upaya penggiringan publik demikian tidakah dapat dibenarkan secara konstitusional dan memberi kesan bahwa KPK sedang mencari perlindungan publik,” ucap Roy.
Ketum IMM, Najih Prastiyo, UU KPK bukan sebuah konsesus yang tidak bisa direvisi. UU KPK perlu dievaluasi. Ditambah baru-baru ini KPK diperingati Ombudsman karena dalam menangani beberapa perkara penyidikan, “KPK tidak memiliki SOP yang baku dan cenderung terkesan abuse of power dan adanya pengkotak-kotakan fraksi-fraksi ditubuh KPK,” kata Najih.
Ketum PMKRI, Juventus Prima Yoris Kago mengungkap, UU KPK merupakan produk lama yang perlu mendapatkan peninjauan kembali pada setiap klausul pasal-pasalnya. Menurut Juventus, peninjauan kembali diperlukan agar UU KPK sesuai dengan konteks kekiniaan bangsa.
Juventus menyatakan, KPK sebagai lembaga negara memiliki peran vital. Karenanya, kinerja KPK perlu diawasi dan dievaluasi agar dapat sesuai jalur dalam pendirianya. Dengan begitu, jangan sampai berbagai macam kewenangan yang diberikan disalahgunakan, tanpa adanya pembatas.
“Maka, diperlukan Dewan Pengawas untuk memperkuat kinerja KPK secara kelembagaan serta melindungi KPK dari kepentingan golongan atau politik tertentu,” ujar Juventus.
Ketua Umum PMII, Agus Mulyono Herlambang menyatakan, KPK harus membuka diri berkerjasama dengan lembaga penegak hukum lain yakni, kepolisian dan kejaksaan. Hal ini diperlukan dalam hal memasukan penyidik dan penyelidik dari unsur kepolisian dan kejaksaan.
“Termasuk proses penuntutan yang berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung akan menjadi kolaborasi yang tepat untuk memperkuat KPK secara kelembagaan dan profesioanl,” kata Agus.
Ketum GMKI Korneles Galanjinjinay menambahkan, dalam revisi UU KPK nantinya, masyakat harus dapat mengetahui secara berimbang mengenai pokok-pokok revisi UU KPK dengan objektif tanpa adanya penggiringan isu oleh kelompok tertentu.
“Sekali lagi, revisi UU KPK untuk memperbaiki dan memperkuan kinerja KPK secara kelembagaan tanpa ada sedikitpun upaya melemahkan KPK,” tegas Korneles.