Daily News | Jakarta – Sebentar lagi bangsa Indonesia akan punya Wakil Presiden baru. Ma’ruf Amin, seorang kiai senior di Nahdlatul Ulama yang akan jadi Wapres baru, mendampingi Jokowi yang jadi Presiden untuk kedua kalinya. Kiai Ma’ruf akan menggantikan Jusuf Kalla, Wapres saat ini.
Nah, jika melihat kehidupan Wapres Jusuf Kalla atau orang-orang yang pernah jadi RI-2, yang terlihat kehidupan mereka sepertinya enak-enak saja. Tidak kurang satu apapun. Punya gaji yang tentu besarannya tak seperti karyawan biasa. Tidak hanya itu, fasilitas pun didapatkan. Mulai dari mobil, pengawalan, hingga fasilitas lainnya.
Bahkan usai pensiunan pun, presiden dan wakil presiden dapat semacam penghargaan. Diberi rumah oleh negara. Seperti yang diterima Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat dia pensiun jadi Presiden. Oleh negara, SBY diberi rumah di bilangan Kuningan, Jakarta Selatan. Tentu bukan rumah tipe 36. Rumah megah tentunya.
Jusuf Kalla, orang nomor dua sekarang, hidupnya memang jauh dari kesusahan. Dia lahir dari keluarga kaya. Anak saudagar sukses di Sulawesi. Dan dia pun jadi saudagar meneruskan usaha ayahnya. Jadi sebelum jadi pejabat penting di republik ini, JK memang sudah kaya.
Kehidupan mantan Wapres lainnya juga tak pernah terpetik kabar hidup susah. Atau mengalami kesulitan. Keluarga Hamzah Haz, dan Boediono, mantan wakil presiden lainnya, kehidupannya adem ayem saja.
Tapi itu sekarang. Bagaimana dengan dulu. Ternyata ada kisah yang bikin miris tentang kehidupan Mohammad Hatta atau Bung Hatta. Bung Hatta, tentu bukan tokoh sembarangan. Nyaris sepanjang hidupnya ia dedikasikan untuk republik. Bersama Soekarno, ia memproklamirkan Indonesia sebagai republik yang merdeka dari penjajahan.
Bung Hatta juga adalah Wapres RI yang pertama. Ia mendampingi Soekarno yang jadi Presiden RI pertama. Tapi setelah tak lagi jadi RI-2, apalagi setelah Bung Karno juga tak jadi Presiden, kehidupan Bung Hatta berbalik seratus delapan puluh derajat.
Sejak pensiunan jadi Wapres, kehidupan Bung Hatta yang memang sejak dari awal selalu sederhana, kian sulit. Pernah Bung Hatta sampai tak bisa bayar iuran listrik. Hingga kemudian aliran listrik ke rumahnya diputus. Tidak hanya itu, Bung Hatta juga pernah mengalami kesulitan bayar pajak bangunan.
Kisah miris Bung Hata yang tak bisa bayar iuran listrik dan kesulitan bayar pajak rumahnya diungkapkan Ali Sadikin atau Bang Ali dalam buku,”Ali Sadikin: Membenahi Jakarta Menjadi Kota yang Manusiawi,” yang ditulis Ramadhan K.H. Bang Ali ketika itu sedang jadi Gubernur DKI Jakarta.
Dalam buku itu, diceritakan saat Ali Sadikin kaget begitu mendengar hidup Bung Hatta didera kesulitan. Bang Ali mendengar itu merasa sangat sedih. Dia heran dan tak habis pikir, seorang proklamator, bahkan mantan Wapres pertama seperti tak dihargai oleh negara.
Bang Ali pun akhirnya berinisiatif untuk mengulurkan bantuan kepada keluarga Bung Hatta. Dia mengusulkan ke DPRD Ibukota menjadikan Bung Hatta sebagai warga utama ibukota. Usulan itu akhirnya diterima DPRD. Jadilah Bung Hatta warga utama Ibukota.
Maka dengan jadi warga utama Ibukota, Pemda DKI Jakarta akan dengan mudah beri bantuan kepada keluarga Bung Hatta. Bantuan secara resmi tentunya. Lalu keluar kebijakan yang membebaskan Bung Hatta dari kewajiban membayar iuran listrik dan pajak bangunan. Setelah itu baru pemerintah pusat mengikuti. Mengeluarkan kebijakan yang sama.
Kisah Bung Hatta mengajarkan kita, ternyata tidak semua pemimpin itu hidupnya enak. Tidak semua pemimpin berkuasa demi kekayaan. Bung Hatta salah satu contohnya. Dia bukan pemimpin yang kemudian memanfaatkan kekuasaan demi kepentingan pribadinya. Misalnya menumpuk kekayaan dan akses ekonomi lainnya.
Bung Hatta benar-benar menggunakan kekuasaan sebagai arena pengabdian kepada rakyat. Kepada negara. Kekuasaan bagi Bung Hatta adalah mandat yang harus dipertanggungjawabkan. Kepada negara. Kepada rakyat. Bukan alat untuk kepentingan pribadi.
Wajar jika kemudian hidup Bung Hatta, kesulitan usai pensiun. Sebab memang tidak ada yang dia ambil dari negara. Justru dia banyak memberi sumbangsih pada bangsa. Tanpa pamrih. Harusnya para pemimpin sekarang mengikuti jejaknya. Bukan kemudian yang didengar publik kisah – kisah miring tentang elit dan pemimpin yang masuk bui karena korupsi.
(Supriyatna/Daily News Indonesia)