Daily News|Jakarta – Wakil Ketua MPR RI, Hindayat Nur Wahid mengaku pihaknya mengutuk aksi terorisme bom bunuh diri yang terjadi Gereja Katedral, Makassar. Karenanya pria yang akrab HNW itu mendorong agar RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama yang sudah disepakati oleh DPR dan Pemerintah dalam program legislasi nasional prioritas tahun 2021 segera dibahas dan disahkan.
HNW mengatakan, pembomban yang terjadi di Makassar merupakan serangkaian teror rumah ibadah yang terjadi dalam dua tahun terakhir. Sebelumnya, kata HNW, sudah terjadi vandalisme dan penyerangan thd masjid dan jemaahnya di Dago (Bandung), Tangerang, Padang, Pondok Labu (Jakarta Selatan) dan lain sebagainya.
Ditambah lagi penganiayaan terhadap Imam dan Juru Dakwah di dalam Masjid, seperti yang dialami oleh Imam Masjid di Pekanbaru, Imam Masjid di Depok, Imam Masjid/Musholla di Temanggung, Muadzin di Garut dan penusukan terhadap Syeikh Ali Jaber di masjid Falahuddin BandarLampung.
“Saya mengutuk pengeboman di depan Katedral di Makassar tersebut, dan juga mengutuk berlanjutnya kejahatan terhadap rumah-rumah ibadah dari berbagai Agama sehingga menjadi seolah-olah rangkaian kasus-kasus kejahatan terhadap rumah-rumah Ibadah,” ujarnya, Senin (29/3/2021).
“Padahal di negeri Pancasila yang menjadikan kebebasan beragama dan melaksanakan ajaran Agama menjadi bagian dari HAM yg konstitusional dan diakui serta dilindungi olh UUDNRI 1945, maka sudah seharusnya bila Pemerintah menghadirkan keamanan dan kenyamanan bagi Rakyat untuk mempraktikkan HAM nya dan merasa aman dan bebas beribadah dan menjalankan ajaran agamanya,” ungkapnya.
Maka itu, HNW juga mempertanyakan lembaga-lembaga, seperti Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang seharusnya berperan mencegah dan menghalangi agar kejadian-kejadian tersebut tidak terjadi berulang kali.
“Besaran anggaran untuk BIN dan BNPT terus meningkat, tapi teror terhadap rumah ibadah masih terus terjadi,” ujarnya.
Di sisi lain, HNW melihat perlu hadirnya opini dan penegakan hukum yang adil. Karena, erap kali jika terjadi serangan itu terhadap rumah ibadah adalah Masjid maka tidak dikaitkan dengan serangan terorisme, seringkali pelakunya malah disebut mengalami gangguan jiwa.
Sehingga proses hukumnya tidak jelas. Sebaliknya, jika yang diserang adalah rumah ibadah selain Masjid/musholla maka cepat sekali opini digiring dan dibentuk dikaitkan dengan terorisme.
“Ketidakadilan seperti ini harusnya juga dikoreksi. Agar semua bentuk kejahatan terhadap Simbol Agama-agama dan Tokoh Agama-agama bisa dicegah dan dikoreksi secara bersama-sama. Karena hakekatnya semua Agama dan Umat beragama menjadi korban dari tindak kejahatan terorisme. Termasuk teroris itu yang dengan laku terornya sesungguhnya malah sedang melanggar ajaran Agama, karena tidak ada Agama yang ajarkan untuk melakukan teror, apalagi merusak rumah ibadah,” tutur dia.
Lebih lanjut Anggota Komisi VIII DPR RI ini mengajak masyarakat beragama di Indonesia untuk makin waspada, dan tidak terprovokasi dengan agenda yang menjurus pada padu domba antar Umat beragama, serta ‘agenda’ menjadikan Agama dan Umat beragama sebagai penyebar teror. “Kedua agenda itu biasanya dilakukan oleh kelompok anti agama atau kelompok komunis. Ideologi yang dilarang di Negara Pancasila,” ujarnya.
Politikus PKS ini juga menuturkan bahwa berlanjutnya kejahatan terhadap rumah Ibadah tersebut membuktikan semakin perlu dan pentingnya segera dihadirkan instrument hukum yang khusus (lex specialis) yang dapat menjamin terlaksananya HAM yang konstitusional termasuk dengan melindungi Simbol Agama seperti rumah-rumah ibadah dari agama-agama yang diakui di Indonesia.
“DPR dan Pemerintah telah sepakat memasukan RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama ke dalam Prolegnas Prioritas 2021, maka terus berlanjutnya kejahatan terhadap simbol-simbol agama seperti rumah-rumah ibadah itu, seharusnya menyadarkan DPR dan Pemerintah untuk segera membahas draft RUU tersebut dan untuk segera disahkan juga,” ujarnya.
Menurutnya, itu semua merupakan salah satu bentuk ketaatan negara dalam menjalankan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa di dalam konstitusi serta menjamin hak-hak asasi manusia yg konstitusional terkait Agama dan beragama oleh Rakyat Indonesia.
“Sebagaimana jaminan tentang kebebasan beragama dan melaksanakan ajaran Agama sangat jelas disebutkan dalam Pasal 28E Ayat (1), Pasal 28I Ayat (1) serta Pasal 29 Ayat (1) dan Ayat (2) UUD NRI 1945,” tutupnya. (DJP)
Discussion about this post