Daily News|Jakarta – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI) oleh Presiden Joko Widodo menjadi preseden buruk.
Ketua Departemen Politik Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS Nabil Ahmad Fauzi menyebut penerbitan PP tersebut justru menarik mundur upaya pembangunan etika publik.
“Adanya PP oleh Presiden Jokowi yang merevisi Statuta UI pada 2 Juli 2021 lalu lewat PP Nomor 75 Tahun 2021 menjadi preseden buruk,” kata Nabil dalam keterangan resminya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (22/7).
Diketahui, PP 75 tahun 2021 tersebut menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI.
Beberapa pasal dalam peraturan baru itu menjadi sorotan. Salah satunya mengenai perubahan pasal yang mengatur larangan rangkap jabatan rektor dan wakil rektor.
Menurut Nabil, fenomena tersebut merupakan bentuk meremehkan etika dengan alasan selama tidak melanggar hukum.
“Padahal etika seharusnya diterapkan di atas hukum,” kata Nabil.
Nabil menyebut etika pejabat publik dan negara menjadi teladan penting bagi masyarakat. Keduanya menjalankan tugas dan fungsi yang vital dalam keberlangsungan sistem suatu negara.
Namun, fenomena rangkap jabatan Rektor UI disusul dengan perubahan statuta mengenai larangan tersebut menunjukkan bahwa penerapan etika publik masih jalan di tempat.
“Sayangnya justru dilakukan oleh pemerintah yang notabene seharusnya menjadi pelopor penerapan etika publik,” ujarnya.
“Pada akhirnya etika menjadi mudah dipinggirkan dan hukum akan mudah dilanggar,” tambah Nabil.
Sebelumnya, Presiden Jokowi resmi mengizinkan Rektor UI Ari Kuncoro merangkap jabatan Komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Tindakan tersebut dilakukan melalui penerbitan PP Nomor 75 Tahun 2021 menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta UI.
PP Nomor 75 Tahun 2021 Pasal 39 menyatakan bahwa rektor dan wakil Rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap jabatan dengan ketentuan.
Larangan rangkap jabatan pada statuta baru ini hanya spesifik pada satu jabatan, yakni direksi.
Persoalan rangkap jabatan ini menjadi sorotan publik setelah Rektor UI diduga melanggar peraturan karena menjabat sebagai Wakil Komisaris Utama dan Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI.
Ari terpilih melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPTS) BRI pada 18 Februari 2020. (DJP)
Discussion about this post