Daily News|Jakarta – Peneliti Senior Formappi, Lucius Karus, meminta DPR periode 2019-2024 segera bekerja untuk mengembalikan kepercayaan rakyat. Sebagai wakil rakyat, DPR tidak boleh terlalu lama berpesta usai melakukan pelantikan. Pasalnya, rakyat sudah menunggu hasil kerja anggota parlemen yang baru.
“Secara umum pekerjaan rumah utama parlemen baru adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik yang belakangan secara vulgar ditunjukkan melalui aksi massa yang memprotes kualitas legislasi yang dihasilkan DPR. Mengembalikan kepercayaan publik tentu tak bisa dilakukan dalam waktu singkat,” ujar Lucius kepada, di Jakarta, Rabu (2/10/2019).
Menurut Lucius, mengembalikan kepercayaan publik harus ditunjukkan dalam kualitas kerja khususnya dalam menyikapi beberapa isu krusial dalam legislasi yang sudah disahkan DPR maupun yang akan disahkan DPR. Sikap tegas harus dibuktikan DPR baru atas komitmen pemberantasan korupsi dengan menyerap aspirasi publik dalam menghadapi proses lanjutan atas pengesahan UU KPK yang kontroversial.
“Kontroversi kualitas UU KPK muncul karena proses pembahasan di parlemen yang sama sekali tidak transparan. Ketidaktransparanan proses berbanding lurus dengan rendahnya kualitas hasil yang ditunjukkan melalui upaya DPR untuk melemahkan KPK sekaligus mengerdilkan misi pemberantasan korupsi,” kata Lucius.
Menurut Lucius, sikap tegas DPR baru juga harus diperlihatkan dalam proses pembahasan beberapa RUU Kontroversial dari periode sebelumnya. DPR baru, harus maksimal dalam melakukan uji publik atas RUU yang dibahas sehingga uji publik bukan sekedar formalitas saja.
“Kepercayaan publik akan pulih jika pada isu-isu krusial terkait RUU kontroversial, DPR baru mampu melibatkan partisipasi luas masyarakat dan menjadikan masukan publik sebagai pertimbangan utama penyusunan legislasi. Rakyat jangan hanya ditipu oleh basa-basi seremoni sosialisasi seperti selama ini,” tegasnya.
Selain kualitas legislasi, lanjut Lucius, DPR baru juga mempunyai beban kerja dalam bidang pengawasan. Pasalnya, parlemen dikuasai oleh koalisi pendukung pemerintah yang bisa menjaga stabilitas pemerintahan, namun berpotensi melemahkan fungsi kontrol parlemen terhadap pemerintah.
“Potensi parlemen baru menjadi tukang stempel makin terbuka jika DPR sebagai lembaga mengabaikan peran mereka sebagai kekuatan penyeimbang atas eksekutif. Karena itu, mereka harus menjadi kekuatan penyeimbang dengan cara mendekatkan diri kepada rakyat dan menjadi saluran untuk aspirasi warga yang luput dalam kebijakan pemerintah,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Lucius mengatakan, fungsi anggaran juga menyediakan tugas buat DPR baru sehingga bisa memastikan anggaran tepat sasaran untuk kepentingan luas. Menurut dia, yang paling mendesak dari tugas ini adalah memastikan DPR sendiri tidak justru memanfaatkan kekuasaan budgeting mereka untuk menyunat anggaran yang dialokasikan bagi rakyat.
“Fungsi anggaran selama ini selalu dikotori dengan perilaku koruptif beberapa anggota DPR. Ini tentu saja masih sangat mungkin terjadi apalagi tuntutan akan uang banyak ini merupakan kebutuhan riil anggota dan juga parpol. Karena itu parlemen baru perlu membangun sistem yang memungkinkan pembahasan anggaran tidak lagi jadi bancakan koruptor ataupun parpol,” tutur dia.
Lucius menegaskan, tuntutan akan parlemen yang modern dan kuat itu menjadi tugas bersama anggota DPR baru. Karenanya, sejak awal anggota DPR baru mesti sudah terbiasa menggunakan kemajuan teknologi informasi untuk mendekatkan diri kepada rakyat.
“Kekuatan parlemen modern bukan pada semakin canggihnya perangkat teknologi tetapi pada kualitas penggunaan teknologi untuk menjadikan DPR semakin dekat dengan rakyat yang diwakili,” pungkas Lucius. (M Hasbi/Daily News Indonesia).