Daily News|Jakarta – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengungkap sejumlah kelemahan sistem rekapitulasi elektronik (e-rekapitulasi/e-rekap) yang diuji coba Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada Selasa (25/8) lalu untuk digunakan pada Pilkada Serentak 2020.
Kelemahan pertama, aplikasi bernama Sirekap itu sering kali salah membaca C1 plano atau dokumen yang berisi hasil penghitungan suara di TPS.
“Kami menemukan sistem salah mengonversi angka. Jadi setelah difoto dan dikonversi ke angka dalam sistem Sirekap, ternyata angkanya tidak sesuai dengan C1 plano yang tertera secara manual,” kata Peneliti dari Perludem Heroik M. Pratama menyebut dalam diskusi virtual di akun Youtube Perludem, Rabu (26/8).
Kedua, ada temuan kasus sistem menolak dokumen yang diunggah petugas TPS. Beberapa alasannya adalah foto tidak terbaca dan jaringan internet tidak dalam kondisi privat.
Ketiga, Heroik juga menilai perlu ada perbaikan mekanisme pengecekan keaslian C1 plano yang diunggah petugas TPS. Saat ini, pengecekan keaslian hanya bersandar pada tanda tangan manual di C1 plano.
“Menurut hemat kami menjadi penting kemudian ada autentifikasi C1 plano berupa barcode yang kemudian bisa dibaca Sirekap untuk bisa memastikan bahwa C1 plano ini C1 yang asli,” tuturnya.
Keempat, petugas TPS butuh waktu lebih lama dari biasanya untuk menyelesaikan perhitungan suara. Sebab, kata Heroik, petugas harus mengisi formulir khusus Sirekap dengan melingkari angka.
Dengan berbagai catatan itu, Heroik tak merekomendasikan e-rekap digunakan sebagai penentu hasil Pilkada Serentak 2020. Ia menyarankan KPU untuk memperbaiki sistem dan mekanisme rekapitulasi elektronik.
Pihaknya pun tetap menyarankan hasil rekapitulasi manual secara berjenjang tetap menjadi penentu hasil Pilkada.
“Jadi bayangannya adalah jika memang Pilkada 2020 nanti akan dijadikan sarana uji coba pada Sirekap ini, rekapitulasi manual berjenjang itu tetap dilakukan oleh KPU dan itu kemudian yang akan menentukan hasilnya,” ucap dia. (DJP)
Discussion about this post