Daily News|Jakarta –Kepala Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Firman Noor menyatakan bahwa pelanggaran terhadap kemanusiaan berpotensi terjadi lantaran Pilkada 2020 tetap dilanjutkan di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Firman menyatakan gelaran Pilkada di tengah pandemi sangat berisiko bagi keselamatan masyarakat.
“Penyelenggaraan Pilkada 2020 berpotensi menimbulkan pelanggaran kemanusiaan akibat terabaikan aspek-aspek keselamatan manusia yang juga menjadi dasar tujuan berbangsa dan bernegara sebagaimana termaktub pada Pembukaan Undang-undang Dasar 1945,” kata Firman dalam konferensi pers melalui daring, Kamis (1/10).
Firman menyatakan sudah sepatutnya Pilkada 2020 ditunda. Tak lepas dari angka penyebaran kasus positif virus corona di Indonesia masih terus meningkat.
Bahkan, data Satuan Tugas (Satgas) Gugus Covid-19 menunjukkan kenaikan kasus positif harian sepanjang September 2020 empat kali lipat dibandingkan pada rata-rata kasus positif periode Juli hingga Agustus 2020.
Firman menyebut angka positif tersebut pada dasarnya belum menggambarkan kondisi sesungguhnya di Indonesia. Sebab, pelaksanaan tes corona di Indonesia masih tergolong rendah.
“Sebagai perbandingan, beberapa negara yang menyelenggarakan pemilu di tengah situasi pandemi Covid-19 seperti Korea Selatan pada 15 April 2020) dan Singapura (pada 10 Juli 2020), telah relatif dapat mengendalikan pandemi Covid-19 dengan baik,” kata Firman.
Firman menyampaikan bahwa Pilkada 2020 bukan prioritas bagi masyarakat secara luas. Masyarakat, kata dia, lebih berkonsentrasi untuk mengatasi kesulitan ekonomi akibat resesi yang sedang mereka hadapi di tengah pandemi.
“Pelaksanaan Pilkada 2020 secara substansial tidak saja tidak aspiratif melainkan juga akan melukai rasa keadilan masyarakat yang terhimpit oleh situasi sulit akibat pandemi Covid-19 yang sedang terjadi,” kata dia.
Terlebih, sejauh ini fakta di lapangan memperlihatkan bahwa tingkat kedisiplinan masyarakat, peserta dan penyelenggara Pilkada 2020 tergolong masih rendah untuk mematuhi protokol kesehatan corona.
Ia melihat masih kerumunan massa dan arak-arakan pasangan calon dan sulit dikendalikan di tahapan pilkada yang kini berjalan.
“Itu sebagai dampak dari tradisi politik di Indonesia saat pagelaran pemilihan politik yang identik dengan kerumunan massa dan mobilisasi dukungan secara fisik secara besar-besaran,” kata Firman. (DJP)
Discussion about this post