Daily News|Jakarta – Di era media sosial (medsos) seperti saat ini, masyarakat bisa dengan mudahnya membagikan sebuah konten atau informasi secara online. Sayangnya, tidak sedikit dari pengguna medsos yang membagikan konten hoaks dengan berlindung di akun fake atau palsu. Hal ini membuat penegak hukum kesulitan menelusuri orang di balik penyebar hoaks tersebut.
Terkait fenomena yang diisitilahkan black social media atau penggunaan sosial media secara serampangan ini, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara telah meminta platform sosial media mewajibkan penggunanya untuk menyertakan nomor ponsel saat membuat akun. Hal ini penting untuk memudahkan penegak hukum menelusuri akun anonim yang menyebarkan hoaks di media sosial.
“Kami minta agar medsos jangan masuk ke arah black social media. Mengapa? Kalau kita buka akun di Facebook, kita boleh pakai akun Gmail atau Yahoo. Padahal bisa saja e-mail tersebut fake. Saya juga sudah dua kali kirim surat ke Facebook. Saya minta verifikasinya pakai nomor ponsel saja. Apalagi di Indonesia, kartu prabayarnya kan sudah diregistrasi. Ini penting untuk menghindari masuk ke daerah yang tidak bisa dikontrol,” kata Rudiantara saat menghadiri peluncuran buku Jagat Digital – Pembebasan dan penguasaan karya Agus Sudibyo, di Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Masih terkait content management, Rudiantara mengatakan pemerintah juga telah menyiapkan Revisi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, di mana salah satu pasalnya akan mengatur tentang sanksi administratif berupa denda untuk penyedia platform.
Denda ini akan diberikan kepada penyedia platform yang melakukan pembiaran terhadap konten-konten yang melanggar undang-undang. Setelah revisi PP tersebut ditandatangani oleh presiden, nantinya PP Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor Kemkominfo juga akan direvisi untuk mengatur besaran denda sanksi administratif.
“Di dalam revisi PP 82 ini, kita tuliskan dimungkinkannya memberikan penalti kepada penyedia platform yang bandel. Sebab di undang-undang yang sekarang itu hanya diberi peringatan sampai tiga kali, kemudian ditutup. Kalau harus ditutup, pasti akan ada penolakan dari masyarakat,” kata Rudiantara.
Dalam pertemuan Christchurch Call for Action di Paris, Prancis pertengahan Mei 2019 lalu, di mana Indonesia diwakili oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla, Rudiantara mengatakan para penyedia platform juga telah diminta untuk mengaktifkan Artificial Intelligence dan machine learning untuk menangkal konten-konten negatif di Indonesia.