Daily News|Jakarta –Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menilai Pilkada 2020 di tengah pandemi virus corona (Covid-19) sama dengan ritual bunuh diri massal. Masyarakat, calon, serta penyelenggara pemilu menghadapi ancaman yang sama.
“Memaksakan pilkada bisa berubah menjadi ritual bunuh diri massal. Kita mempercayakan kepada KPU untuk melindungi pemilih, tapi dua komisioner KPU saja kena Covid-19. Dan para calon yang ingin meyakinkan kita itu ada 62 yang kena Covid-19,” kata Direktur LP3ES Wijayanto dalam kajian online, Rabu (30/9).
Wijayanto mengatakan bahwa pilkada yang dipaksakan membuat ongkos politik menjadi lebih besar. Selain itu juga ada risiko terjadi penularan virus corona yang bisa berujung memakan korban jiwa.
“Tidak hanya menjadi bencana kemanusiaan karena akan banyak yang meninggal, tapi juga bencana politik, dan demokrasi ini akan terkenang mundur dan dicatat sebagai momen yang gelap dalam demokrasi kita kalau banyak korban,” imbuhnya.
LP3ES, kata Wijayanto, sudah mengusulkan agar pilkada ditunda. Jika pemerintah tetap ingin melanjutkan, maka LP3ES menyarankan penyelenggara pilkada untuk membuat mekanisme yang bisa meminimalisir potensi penularan seperti e-voting dan e-campaign.
“Bagi calon kepala daerah, untuk mengubah pola kampanye mereka yang konvensional menjadi digital dan menghindari peluang terjadinya kerumunan,” kata dia.
Wijayanto mendorong agar internet benar-benar dioptimalkan di masa pilkada saat ini. Penggunaan internet bisa mengurangi kegiatan tatap muka atau pengumpulan massa sehingga potensi penularan virus corona bisa diminimalisir.
Terlebih, sejauh ini telah ada 171 juta jiwa penduduk Indonesia yang menggunakan internet. Dia mengatakan itu merujuk hasil survei pada 2018 lalu.
“Dan pertumbuhannya setiap tahun meningkat 10 persen, mungkin sudah sama dengan jumlah pemilih jangan-jangan,” pungkasnya. (DJP)
Discussion about this post