Daily News| Jakarta – Meski sudah tidak duduk sebagai anggota maupun wakil ketua DPR RI, bukan berarti membuat Fahri Hamzah tidak kritis terhadap jalannya roda pemerintahan, termasuk penegakan hukum.
Kali ini, mantan Wakil Ketua DPR RI itu mengungkapkan tentang adanya media yang menjadikan KPK itu sebagai pahlawan, dan bahkan dibuat seperti menakutkan.
“Mereka kerap membuat investigasi kasus korupsi, yang menakutkan orang-orang yang namanya disebut (oleh KPK),” kata Fahri Hamzah melalui akun Twitter -nya, Minggu (6/10).
“Namun, kemudian kasus hilang dan KPK juga diam. Anda tahu apa yang terjadi? Saya curiga bahwa di belakang ada perdamaian,” sebut dia.
Disebutkan Fahri, penegakan hukum yang didewakan sebagai pahlawan, bisa menjebak media untuk menciptakan pahlawan dan menciptakan musuh-musuhnya sekaligus.
Kalau sudah demikian, sambung dia, yang terjadi adalah pertempuran yang tidak ada akhirnya kecuali jika dilakukan ‘negosiasi gelap’ di belakang meja dan di belakang layar.
“Muncullah persekongkolan, muncul agen-agen yang menjanjikan adanya ‘blow up dan blow Down’ atas berita terkait orang tertentu dan kasus tertentu,” ucapnya.
“Maka tidak heran kalau kita melihat kasus yang tenggelam beritanya meski melibatkan kerugian negara yang besar dan sebaliknya,” ketus pria yang akrab disapa FH itu.
Di sisi lain, tambah inisiator Gerakan Arah Baru Indonesia (GARBI) itu, akan muncul persekongkolan mengatur perkara. Karena dalam sebuah lembaga yang dikendalikan oleh manusia selalu saja ada peluang orang nakal menjadi pemilik kewenangan yang besar.
“Lalu mereka mengatur permainan dengan berbagai cara langsung atau memakai perantara. Itulah hal-hal yang sudah pernah terungkap, tapi selalu ada kerjasama menyokong “untuk menjaga wibawa dan kesucian lembaga harapan itu”, yang dikenal sebagai teori Holy Cow.
“Karena kesucian dan misteri pada figur dan lembaga tertentu merupakan keniscayaan dan bagian dari metode menjaga fiksi tentang mimpi-mimpi palsu,” terangnya.
Disebutkan Fahri, Negara bisa menjadikan pemberantasan korupsi sebagai festival dan pertunjukan.
Enak ditonton terutama buat media yang mulai kalah melawan media sosial, sensasi itu sumber rezeki, ‘bad news is Good news’. Negara nampak sibuk padahal gagal. Makin lama kegagalan sebagai sukses.
“Sehingga, agar tidak terjebak sekedar bikin festival dan sensasi, pemberantasan korupsi harus rasional. Karena semakin tidak rasional, maka fiksi-fiksi di sekitar kekuasaan yang besar dapat menjadi sumber korupsi dan penyalahgunaan kewenangan. Ini sudah terjadi sekarang,” pungkasnya.
Discussion about this post