Daily News|Jakarta –Ketua Dewan Pengurus Pusat Gerindra Ahmad Riza Patria dan politisi PKS Nurmansyah Lubis resmi ditunjuk menjadi Keduanya resmi diumumkan ke publik dan menanti dipilih DPRD guna mendampingi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di sisa 2 tahun masa waktu jabatan.
Kedua nama itu resmi menyudahi tarik ulur antara PKS-Gerindra sejak Sandiaga Uno mundur dari kursi wagub pada 28 Agustus 2018 untuk maju di Pilpres 2019.
Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno memastikan siapapun yang terpilih merupakan hasil dari lobi fraksi di tingkatan parlemen. Gerindra, secara politik dianggapnya unggul di atas kertas.
Adi meyakini peluang Riza dan Gerindra makin besar untuk mendapatkan kursi Wagub DKI ketimbang PKS. Faktor pertama, kata Adi, seluruh kandidat Wagub milik PKS diganti. Ia menilai dengan diajukannya dua nama kandidat baru para calon wagub DKI merupakan kekalahan pertama bagi PKS.
“PKS telah kalah 1-0 dari sini,” kata dia kepada CNNIndonesia.com, Senin (27/1).
Diketahui, sebelum dua nama itu muncul, PKS mulanya yakin jatah kursi wagub DKI memang milik partainya. Akan tetapi, dua nama yang sebelumnya yang diusung, Agung Yulianto dan dan Ahmad Syaikhu terhempas. Padahal keduanya sudah menjalani rangkain tes di DPRD hingga sowan ke fraksi sana-sini.
Faktor selanjutnya adalah keluwesan lobi-lobi antarfraksi di DPRD. Adi menilai letak pertarungan antara Gerindra dan PKS adalah meyakinkan sebanyaknya fraksi lain yang duduk di DPRD DKI. Diketahui, mekanisme pengisian Wagub DKI yang kosong kini diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
“Jadi yang bisa menentukan kalah dan menang adalah lobi-lobi institusi, lobi-lobi fraksi dan partai. Pertarungannya di situ,” kata dia.
Adi memprediksi kedua partai tersebut pasti akan mengapitalisasi modal yang dimilikinya untuk meraih simpati fraksi di DPRD. Gerindra, kata dia, akan mengapitalisasi sentimen ‘koalisi pemerintahan Jokowi’ di tingkat nasional untuk meraih simpati fraksi-fraksi DPRD DKI Jakarta.
Manuver itu digunakan agar fraksi-fraksi pendukung Jokowi di DPRD seperti PDIP, PKB, PSI, Golkar, Nasdem, dan PPP untuk mendukung Riza.
“Maka partai-partai pendukung penerintah ikut dalam sentimen itu,” kata dia.
Berbeda dengan Gerindra, di sisi lain PKS akan sedikit kewalahan bila ingin meraih dukungan dari fraksi DPRD bila menggunakan sentimen tersebut. Ia menilai PKS masih memiliki modal personalitas kandidat yang cukup kuat dalam diri Nurmansyah.
Ia menilai Nurmansyah memiliki identitas sebagai anggota DPRD DKI Jakarta dua periode hingga suku Betawi untuk meraih simpati tersebut. Tak hanya itu, beberapa partai berhaluan Islam di DPRD seperti PAN dan PPP kemungkinan turut mendukung Nurmansyah.
“Intinya, Gerindra dan PKS akan mengkapitalisasi agar menduking jagoan mereka. Ini bukan soal figur, tapi yang menentukan partai dan fraksi. Lobi-lobi itu apakah akan kuat atau tidak,” kata dia.
Perlu Intervensi Anies
Di lain pihak, Peneliti LIPI Wasisto Raharjo Jati menilai Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan perlu ‘intervensi’ pemilihan kandidat calon pendampingnya tersebut.
Ia menyatakan seharusnya baik PKS dan Gerindra turut mendengarkan dan mempertimbangkan preferensi Anies untuk memilih pendamping ketimbang ribut-ribut yang berkepanjangan.
“Apakah perlu wakil dari partai atau profesional. Masalahnya adalah kalau tetap bersikeras mengajukan kader partai lagi ujungnya adalah deadlock lagi,” kata Wasisto.
Wasis mengatakan posisi Anies sebagai gubernur pasti memahami kebutuhannya saat ini. Termasuk soal siapa yang akan menjadi pendampingnya. Hal itu bertujuan agar kedua parpol tersebut tak terus menerus berkonflik untuk memperebutkan kursi wakil gubernur.
“Anies sebagai Gubernur lebih paham soal kebutuhan sosok ideal wakilnya seperti apa daripada hanya menunggu cawagub yang tak selesai dibicarakan di level nominasi,” katanya.
Sementara itu pengamat lain menyatakan ada kemungkian Nurmansyah yang dimenangkan karena jabatan Wagub ini strategis baik untuk menjadi calon Gubernur DKI berikutnya sekiranya Anies maju dalam Pilpres 2024 sebagai tokoh yang paling populer dewasa ini.
“Parpol-parpol besar ingin menunda ‘pertempuran’ perebutan DKI-1, jika wagubnya bukan tokoh menonjol yang bisa dianggap ‘kuda hitam’. Nurmansyah adalah tokoh low-profile, tidak menunjukkan ambisi kuat kecuali bekerja dengan amanah dan berintegritas. Belum tampak ambisi Nurmansyah dan ini menjadi positif dan bisa saja menjadi pilihan PDI-P, Golkar dan fraksi lain, karena jika mereka mengajukan nama untuk calon Gubernur DKI mereka tidak ingin ada nama pejabat, misalnya Wagub DKI, yang berpotensi menggagalkan ambisi mereka.”
“Jangan lupa, Gubernur DKI menjadi panggung penting untuk melaju ke kursi presiden, seperti ditunjukkan oleh Jokowi, dan kini oleh Anies Baswedan,” katanya. (DJP)
Discussion about this post