Daily News – Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh, Brigjen Pol Faisal Abdul Naser mengusulkan hukuman cambuk bagi terdakwa pengguna narkoba pemula. Alasannya, karena banyak pecandu berusia produktif.
Menanggapi itu, Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati, mengatakan, lembaganya dan Rumah Cemara menolak keras rencana tersebut. Alasannya, selain melanggar UU Narkotika, ketentuan cambuk juga melanggar Hak Asasi Manusia.
“Yang harus dijadikan solusi untuk masalah narkotika adalah reformasi kebijakan narkotika dengan pendekatan kesehatan masyarakat,” cetus Maidina, di Jakarta, Kamis (17/10)
Selain itu kata dia, wacana hukuman cambuk untuk pengguna narkotika bertentangan dengan tujuan UU Narkotika. Maidina pun mengingatkan bahwa dalam Pasal 4 UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, salah satu tujuan UU ini adalah untuk menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika. Tujuan ini merupakan rumusan yang progresif dari UU Narkotika.
“Karena dalam UU narkotika sebelumnya tidak dinyatakan salah satu tujuan utama UU Narkotika adalah menyediakan pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika,” ujarnya.
Tidak hanya itu, lanjut Maidina, Pasal 54 UU Narkotika juga menjelaskan intervensi bagi pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika. Intervensi itu dengan cara menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 103 ayat (1) huruf a UU Narkotika juga memberi jaminan bahwa hakim dalam menangani perkara pecandu narkotika dapat memutus terdakwa menjalani pengobatan atau perawatan melalui rehabilitasi
” Ataupun berdasarkan Pasal 104 ayat (1) huruf b hakim berwenang menetapkan terdakwa menjalani pengobatan atau perawatan melalui rehabilitasi,” katanya.
Ditambahkannya, dalam Pasal 127 UU Narkotika pun dijelaskan bahwa pertimbangan putusan bagi penyalahguna narkotika golongan wajib memperhatikan upaya rehabilitasi. Komitmen ini telah dikonkritkan dalam banyak peraturan pelaksanaan di bawahnya. Termasuk dalam aturan internal institusi penegak hukum yang menjamin bahwa pecandu narkotika dan penyalahguna narkotika yang merupakan bagian dari pengguna narkotika untuk diberikan rehabilitasi.
” Bukan cambuk,” katanya.
Selain itu juga, kata dia, terdapat aturan berupa Surat Edaran Bareskrim Polri Nomor SE/01/II/2018/Bareskrim tentang Petunjuk Rehabilitasi bagi Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika. Surat edaran ini berlaku di tingkat penyidikan. Juga ada Peraturan Jaksa Agung Nomor (PERJA) PER-29/A/JA/12/2015 tentang Petunjuk Teknis Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga Rehabilitasi.
” Ini juga berlaku di tingkat penuntutan. Lalu ada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 3 Tahun 2011 tentang Penempatan Korban Penyalahgunaan Narkotika di dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial dan SEMA No. 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial yang berlaku di tingkat persidangan,” tuturnya.
Di luar itu katanya, ada Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Menteri Sosial Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepala Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia. Peraturan Bersama ini tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi.
” Peraturan Bersama ini menjelaskan secara keseluruhan pelaksanaan pemberian rehabilitasi bagi pecandu narkotika dan korban penyalahguna narkotika,” katanya.
(Supriyatna/Daily News Indonesia).
Discussion about this post