Daily News|Jakarta –Jumlah pasien positif COVID-19 di Surabaya hingga Selasa, 26 Mei 2020, sudah mencapai 2.118 kasus. Jumlah tersebut bisa terus melesat bila warga terus melanggar aturan PSBB seperti tetap berkerumun, enggan memakai masker, dan bepergian di kala sakit.
Ahli epidemiologi Universitas Airlangga Surabaya, Dr. Windhu Purnomo, dr., MS, menyatakan, apabila tidak ada sanksi tegas dalam pelaksanaan PSBB jilid ketiga ini, diprediksi Surabaya akan mengalami lonjakan pasien COVID-19.
“Puncak pandemi di Surabaya akan terjadi sekitar 2 minggu lagi. Kalau akses masuk ke Surabaya tidak ditutup untuk para pemudik yang kembali ke kota, maka kita akan menghadapi kenaikan kasus sampai 6 ribu pasien positif COVID-19,” kata Windhu, Selasa (26/5).
Untuk menghadapi lonjakan pasien tersebut, Windhu menyatakan, rumah sakit di Surabaya sudah dalam kondisi over capacity. “Di salah satu rumah sakit Surabaya sudah ada 5 dokter yang tertular (COVID-19). Ini karena mereka kelelahan mengurus pasien terus datang. Tenaga medis kita sudah kewalahan, sehingga kadang mereka jadi lalai dengan keselamatan diri,” kata Windhu.
Meski saat ini Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemkot Surabaya menggelar program ‘Wani Jogo’ (Berani Menjaga) dan ‘Wani Ngandani’ (Berani Memberitahu) yang melibatkan RT dan RW, tapi program tersebut, menurut Windhu, juga tidak bisa diukur efektivitasnya.
“Saya sangat menyayangkan tidak adanya sanksi yang membuat para pelanggar PSBB ini jera. Kan sudah jelas siapa yang diperbolehkan buka selama PSBB, tapi realitanya apa, toko pakaian juga buka selama PSBB. Tapi mana ada sanksi? Mungkin teguran, tapi besok buka lagi. Kan sama saja,” tegas Windhu.
Windhu berharap PSBB jilid tiga ini bisa memberi dampak pada penurunan kasus COVID-19. Karena bila tidak, akan terjadi ledakan kasus yang membuat tenaga medis dan alat kesehatan di Surabaya kewalahan. (DJP)
Discussion about this post