Daily News|Jakarta – Koordinator INVEST, Ahmad Daryoko menulis tentang situasi dan kondisi PLN dewasa ini.
Masalah riil kelistrikan di Indonesia saat ini adalah melonjaknya subsidi listrik dari semula rata2 Rp 50 triliun pertahun (ketika masih dikelola PLN) menjadi Rp 200,8 triliun pada 2020 (di mana saat ini kelistrikan Jawa-Bali sdh di operasikan oleh kartel listrik swasta, tulisnya di awal.
“Tetapi PLN masih “buying time” dng istilah2 glamour spt Power Beyond Generation, Go green, Transformasi dll serta sering adakan Webinar “ecek ecek” dng para pakar listrik yang sama sekali tidak menyentuh akar permasalahan yang sebenarnya ! Atau bisa jadi semua itu adalah manuver untuk mengelabui rakyat dan memberikan kesan bahwa kelistrikan di Indonesia baik2 saja (selama Pemerintah bisa menutup subsidi yg makin menggila tsb).”
Menurutnya, rakyat harus tahu dan faham seperti apa kondisi PLB sekarang ini. Kondisi pelayanan Jawa dan Bali adalah fakta, pertama pembangkit yang ada bukan lagi milik PLN, tetapi sudah diambil alih oleh kartel swasta.
Kedua, jaringan transmisi dan distribusi PLN sudah diswakan pula kepada kartel swasta. Ketiga,
retail sudah dijual oleh Dahlan Iskan (saat ybs menjadi DIRUT PLN ) ke Taipan 9 Naga. Sehingga saat ini konsumen listrik bukanlah konsumen PLN, tetapi konsumennya kartel swasta.
Dari kondisi di atas, maka tarif listrik sudah tidak ditentukan oleh Negara lagi, mengingat PLN sudah tidak menguasai instalasi listrik, dan fakta bahwa martel swasta kini telah menjadi penguasa instalasi kelistrikan yang baru. Ini menyebabkan subsidi listrik melonjak 400%.
Apa masalahnya?
Masalah yang dihadapi negara diibaratkan seperti kelistrikan Jawa-Bali ini sebuah rangkaian gerbong KA bernama KA Malam “Kartel Liswas”. Maka pembangkitnya bisa ibarat lokomotif yang dikuasai oleh kartel Liswas Asing dan taipan.
Menurut Daryoko, kepemilikan asing dari China yang telah memegang kendali PLN sekarang a dalah kartel-kartel yangsebagian besar dikuasai oleh Shen Hua, Huadian, Chengda, Chinadatang, Shinomach, CNEEC, Shanghai Electric.
Jaringan Transmisi dan Distribusi diibaratkan sebagai Gerbong KA yang disewa oleh Kartel Liswas dari PLN. Jaringan retail ibaratnya kursi tempat duduk penumpang (konsumen), yang dulunya milik PLN tetapi sudah dijual ke Kartel Liswas saat Dahlan Iskan menjadi DIRUT PLN.
Pertanyaan selanjutnya adalah: “dimana posisi orang-orang PLN sekarang ini?”
“Direksi dan karyawan PLN saat ini, ibaratnya adalah sebagai “pekerja” nya KA Malam Kartel Liswas itu. Antara lain bekerja sebagai Kepala Stasiun, penjual karcis, kondektur yang periksa karcis, tukang bersih-bersih gerbong dan pekerjaan lain yg sifatnya penunjang.”
“Saat ini ibaratnya Pemerintah telah memborong habis “karcis” KA Liswas tsb dengan harga mahal dan dijual murah ke para penumpang (konsumen) ! Dan parahnya “jurus” spt ini tidak disadari bahayanya oleh orang-orang PLN dan rakyat Indonesia!” tulisnya.
“Karyawan PLN tidak sadar kalau saat ini ibaratnya mereka hanya menjadi pekerja penunjang KA Malam Kartel Liswas, sebagai penjual karcis, kondektur, tukang bersihkan gerbong dan semacamnya. Dan bukan lagi sebagai pemilik Lokomotif, gerbong beserta kursinya. Bahkan railnya pun sdh dibeli Kartel swasta tersebut!”
Begitu juga rakyat yang penting bisa menjadi penumpang dengan karcis murah !
“Mereka tidak sadar begitu Pemerintah tidak kuat lagi memborong karcis yang “super mahal” yang diterapkan KA Malam Kartel Liswas tersebut. Ketika pemerintah sudah tak sanggup maka konsumen (rakyat) harus membeli karcis KA yang dijual oleh personil asing bersama taipan (bukan orang PLN lagi) dengan harga berapapun, dan bisa melonjak naik 500%.
Orang-orang PLN juga akan terancam posisinya, jika tidak disukai oleh Manajemen KA Malam Kartel Liswas. Sejumlah tenaga asing siap menggantikan mereka, dari manajepun pasti akan mengganti Kepala Stasiun dari manajemen puncak sampai ulki stasiun, dengan TKA dari China, kata Ahmad Daryoko dalam artikelnya yang viral kemarin. (DJP)
Discussion about this post