Daily News|Jakarta –Ini kisah, negeri yang jauh, di timur jauh, tulis Tifauzia Tyassuma seorang pakar pandemi yang juga analis dan penulis. Tulisan ini dibuat bak prosa. Ya, prosa politik. Tentu tak lepas berkaitan dengan masalah Covid-19, dimana selama ini dr. Tifauzia menulis dengan kompeten dan lantang.
“Presiden yang memaksakan diri, memegang kekuasaan di luar kemampuan dan kapasitas, di mana selama ini sangat mengandalkan siapapun, kini terpuruk sendiri. Kabinet praktis lumpuh. Menteri-Menteri entah kemana, Perdana Menteri sibuk memperkaya diri dan diam-diam sedang menyelamatkan dirinya sendiri.”
Tentara dan Polisi yang disangka akan terus membela, sepertinya mulai mawas diri, menjaga jarak dengan Panglima Tertingginya.
Kekuatan yang mendukung, dan konyolnya dipercaya setengah mati, tinggal Buzzer-Buzer dan Relawan, yang sesungguhnyalah orang-orang bayaran yang bergerak demi cuan.
Manusia-manusia khianat ini, terus-menerus menggelontorkan kepadanya informasi-informasi nir akurat, informasi sampah, kebohongan, bahwa dia masih punya banyak dukungan dan simpatisan, bahwa semuanya under controlled, bahwa semuanya masih baik- baik saja.
Bahwa Presiden masih sangat berkuasa. Tentara dan Polisi dalam genggaman. Sebagian besar rakyat masih berpihak. Padahal itu semua bohong belaka.
Kasihan. Sungguh kasihan rakyat negara itu. Terombang-ambing di tengah-tengah badai yang bergemuruh, segala arah.
Badai penyakit, ancaman gempa dan tsunami, ekonomi jungkir balik, keuangan negara kosong melompong dan habis dirampok. Menteri Keuangan mengutus para Dirjennya berkeliaran kemana-mana cari hutangan. Berapa saja pokoknya ada pihak mau kasih hutangan: ambil!
Menteri Keuangan tahu, situasi tahun depan jauh dari baik. Bahkan buruk sekali, melebihi resesi 22 tahun yang lalu. Bagi dia mudah, mengundurkan diri adalah cara termurah, banyak jabatan menanti dia di luar sana. Tak ada masalah.
Tetapi, Presiden ini, tanpa sadar, di masa depan, banyak sekali ancaman hukuman tersaji di depan mata. Berbagai Undang-Undang cacat hukum, nyawa 15,000 ribu orang korban Pandemi dan termasuk di dalamnya Para Dokter dan Nakes, sangat mungkin menjadi lembaran tuntutan yang tak akan habis diperkarakan dalam 30 tahun.
Termasuk “kenekatannya” memaksa menggelar Pilkada. Jika sampai jatuh korban dalam masa Pilkada, akan menjadi ancaman yang bisa dibawa hingga ke Mahkamah Internasional.
Kasihan sebenarnya, Presiden yang tidak punya kompetensi dan intelektualitas tinggi, tak sadar bahaya dan bumerang yang akan berbalik menghabisi dirinya, tak sadar bahwa orang-orang yang berada di dekatnya tak lebih dari burung alap-alap dan burung nazar, yang tak peduli dirinya nanti bila habis pengaruh apalagi sampai hilang kekuasaannya.
Tak sadar bahwa para Buzzer, para khianat negeri ini, bekerja semata-mata demi bayaran, orang-orang yang bikin ia mabuk sanjungan, tak lebih dari parasit yang menempel pada inang yang masih segar. akan pergi dengan santai bila daya inang sudah habis-habisan disedot, tinggal tulang-belulang.
Sekarang ini, sesungguhnya ada kartu truf, bersimbolkan 212, yang andaikata Presiden ini cerdas sedikit saja, bisa dia gunakan untuk menyelamatkan negeri.
Ada seseorang besar, yang tumbuh besar karena dilawan, dikecilkan, dihina, dipersekusi, dan diancam, tetapi memiliki kecintaan pada negara ini yang sangat luarbiasa. Ia memiliki kecintaan kepada Dasar negara ini yang sangat luarbiasa.
Dan ia pun akan menghormati Lambang Negara, Presiden, yang masih terlegitimasi sebagai Kepala negara yang sah.
Ia datang sebagai blessing in disguise, hikmah tersembunyi bagi negara ini, bagi bangsa ini, yang sudah berkeping-keping dan bagaikan kertas compang-camping.
Rangkul ia, hormati ia, tempatkan ia dalam maqamnya, selesai negara ini. Damai kembali negara ini.
Tetapi bila Presiden ini terus memainkan kebodohan, dengan memaikan kekuasaan untuk merepresi, membungkam, dan menghabisi, tinggal tunggu waktu saja terjungkal dan terguling.
Saya hanya kasihan saja padanya, kalau itu sampai terjadi. Ngeri. (DJP)
Discussion about this post