Daily News|Jakarta –Amandemen UUD 1945 akan menjadi perhatian nasional. Sama dengan membuka ‘Pandora Box’, maka berbagai isu akan beterbangan: isu hukum dan keadilan, susunan ketatanegaraan, ekonomi dan keadilan sosial, bahkan tuntutan untuk Kembali kepda UUD 1945 18 Agustus 1945. Berbagai amandemen dianggap kebablasan yang sangat merugikan rakyat pemilik dan pewaris sah Republik. Kepada merekalah kemerdekaan itu dipersembahkan, kata Bung Karno.
Tak ayal, sejak reformasi 1998 proses amandemen berlangsung mulus tanpa keikutsertaan rakyat pemilik kedaulatan. Sehingga berjalan pada tataran elit. Uang pun beterbangan pada saat amandemen.
“Sekarang Anda tahu, untuk siapa amandemen itu dipersembahkan. Lihat saja oligarki politik, taipan yang kian menguasai negeri ini. Kepada merekalah, dan karena uang merekalah amandemen berjalan tanpa terdeteksi,” kata seorang aktivis lama.
Karena itu, kejanggalan jika amandemen dilakukan hanya untuk mengubah periodeisasi jabatan presiden tidak terbatas untuk 2 periode, tetapi 3 periode, seperti dihembus-hembuskan pendukung rejim akhir-akhir ini.
Guru besar hukum tata negara Refly Harun mengaku sangat mendukung upaya untuk mengubah aturan pembatasan masa jabatan presiden . Dengan kata lain, dia setuju upaya untuk mengamendemen UUD 1945 . Bukan menambah panjang periode kekuasaan presiden, melainkan malah memotongnya.
”Sebagaimana pernah saya sampaikan di Taman Ismail Marzuki pada 2017, saya mengatakan masa jabatan presiden itu dibuat satu periode saja selama tujuh tahun. Atau boleh lebih dari satu periode, tetapi tidak berturut-turut. Berapa 2 atau 3 periode pun boleh, yang penting waktunya berselang,” ujar Refly melalui youtube, Sabtu (13/3/2021) malam.
Refly berpendapat bahwa dia melihat selama ini yang menjadi pangkal masalah adalah kesempatan berkuasa berturut-turut. Dalam praktiknya, hal ini membuat periode jabatan presiden tidak bisa efektif digunakan bekerja untuk rakyat. Di tengah masa jabatan seorang presiden sudah berpikir untuk bisa mendapatkan periode keduanya.
”Kalau tidak berturut-turut tujuh tahun, maka seorang presiden tidak akan memikirkan bgaimna bisa terpilih kembali. Dia hanya berkonsentrasi pada pekerjaannya dan mudah-mudahan tidak ada gangguan untuk periode-periode berikutnya,” tutur lelaki kelahiran Palembang itu.
Hal inilah yang menurut Refly tidak dilihatnya selama ini. ”Kalau sekarang misalnya, terlihat betul sepertinya 6 bulan pertama setelah terpilih pada 2014 Presiden Jokowi melakukan adjustment. 2,5 tahun bekerja, 2 tahun terakhir sudah persiapan untuk pemilihan kembali. Jadi bagaimana masa jabatan bisa efektif kalau yang dipikirkan adalah bagaimana bisa terpilih kembali,” katanya. (DJP)
Discussion about this post