Daily News|Jakarta –Kasus pasien positif COVID-19 di Indonesia terus bertambah setiap harinya. Masyarakat yang merasakan gejala COVID-19 seperti batuk, demam hingga sakit tenggorokan diimbau untuk segera memeriksakan diri ke dokter. Apalagi bila pernah kontak dengan pasien, atau sempat pergi ke negara terjangkit virus corona.
Kumparan melaporkan kisah seorang warga yang dikenakan biaya oleh suatu RS, setelah pemeriksaan corona virus.
Seorang pemuda berusia 24 tahun ini sempat mengalami demam, sakit tenggorokan, badan pegal, batuk dan hidung meler pada tanggal 8 Maret lalu. Atas inisiatif sendiri, Ridho memeriksakan diri ke rumah sakit di sebuah kota di Jawa Barat.
“Saya masih bisa jalan tuh, fisik masih kuat lah, saya naik ojek online dari kosan ke RS,” kata sang pemuda kepada kumparan, Selasa (24/3).
Dia menduga ada tiga pemicu sakitnya ini. Pertama karena kelelahan setelah menempuh perjalanan 3 kota dalam waktu 2 hari saja. Kedua karena makanan yang dikonsumsi yakni kopi dan mie instan berturut-turut.
“Yang ketiga ini yang agak saya curigain, tanggal 24-27 Februari saya satu forum sama 1 orang Thailand dan 1 orang New Zealand di Surabaya. Ada pertemuan antar NGO,” ucapnya.
Sesampainya di IGD rumah sakit, dia berkonsultasi dengan perawat yang bertugas. Dia menyampaikan keluhannya dan akhirnya diminta untuk masuk ke ruang isolasi dari pukul 18.00 WIB sampai 21.00 WIB. Dia juga menjalani tes lab, rontgen paru-paru dan ‘diinterogasi’.
“Hasil tes keluar, saya dinyatakan negatif COVID-19 dan masuk dalam ODP. Saya diminta mengisolasi diri sampai 4 hari ke depan di kosan,” ujarnya.
Pemuda itu sempet bingung karena harus berdiam diri di kosan, apalagi tanggal 9 Maret dia harus menghadiri wawancara kerja. Ditambah setiap hari harus pesan makanan yang membuat kantong menipis.
“Tekor lah gue pesen makan tiap hari. Mana harus menunda interview kerja di tanggal 9 lagi,” katanya.
Belum selesai memikirkan kegalauannya, dia kaget ternyata pemeriksaan tidak gratis seperti dijelaskan oleh pemerintah. Dia dikenakan tagihan dari RS usai dia menjalani seluruh tes.
“Kaget gue, kirain tesnya gratis eh ternyata bayar Rp 650 ribu untuk lab, rontgen, dan obat,” ucapnya.
Apalagi saat itu uang di rekening tidak sampai Rp 650 ribu. Alhasil dia meminta bantuan di grup WhatsApp keluarga untuk patungan. Setelah menunggu 30 menit akhirnya uang bisa terkumpul dan dia bisa membayar biaya pemeriksaan.
Belum selesai sampai di situ, dokter bilang dia harus periksa lagi ke rumah sakit rujukan pemerintah di Bandung. Dengan pikiran bimbang akhirnya Ridho pulang ke kosan untuk isolasi diri.
Dua hari beristirahat total, dia merasa baikan dan dia memutuskan untuk melakukan wawancara kerja dengan menggunakan masker. Usai itu dia pulang ke rumah orang tuanya. Dia tidak jadi periksa ke rumah sakit rujukan pemerintah karena tidak punya biaya.
“Saya nggak kontrol ke RS rujukan, duit dari mana coy buat kontrol. Ya Alhamdulillah abis istirahat di rumah kondisi saya semakin membaik,” katanya. (DJP)
Discussion about this post