Daily News|Jakarta –Setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akan diberlakukan, muncul desakan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM). Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan perbedaan keduanya.
“Intinya, mikro itu lebih kecil daripada besarnya. Itu kan besar bisa provinsi, bisa kabupaten/kota,” kata Wiku saat dihubungi, Jumat (11/9/2020).
PSBB yang selama ini diterapkan, kata Wiku, mencakup wilayah yang cukup luas, seperti provinsi hingga kota. PSBB pun diajukan oleh gubernur atau wali kota.
“Selama ini kan PSBB itu berskala besarnya bisa diajukan gubernur atau bupati/wali kota, jadi skalanya bisa provinsi, bisa kabupaten, bisa kota,” ujarnya.
Wiku mengatakan PSBM hingga kini belum memiliki aturan. Namun pelaksanaan PSBM dapat dilakukan pada tingkat kecamatan hingga RT.
“Nah, mikro lebih kecil dari itu, maksudnya tuh begitu, meskipun aturannya belum ada. Tapi intinya pelaksanaannya karena di satu wilayah besar tadi, misalnya kota, apalagi kotanya besar, itu kan sebenarnya bisa terdiri dari kecamatan, kelurahan, RW, RT,” ucapnya.
PSBM, kata Wiku, bisa dilakukan di satu kecamatan tertentu dengan ada kasus. PSBM dapat dilakukan secara matang apabila didukung oleh pendataan dan sistem infrastruktur yang kuat.
“Mikro itu pembatasannya di kecamatan tertentu yang ada kasusnya, nanti kan bisa ke kelurahan, itu bisa terjadi kalau datanya cukup komplet. Artinya, infrastruktur pemerintahan, infrastruktur kesehatannya, itu cukup baik, sehingga bisa pembatasannya di skala lebih kecil. Infrastruktur itu juga termasuk infrastruktur support ya, misalnya pasar, pokoknya kebutuhan logistiklah,” sebut Wiku.
“Nah, jadi misalkan klaster, misalkan ada kasus klasternya pabrik dan itu di kecamatan tertentu, sudah, di situ saja, nggak usah kemana-mana. Maksudnya mikro itu, itu, biar cepat selesai, nggak kena yang lainnya, lainnya nggak ada masalah, nggak usah ikut,” imbuhnya. (DJP)
Discussion about this post