Daily News|Jakarta – Postingan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di media sosial Twitter menjadi perbincangan alias viral di media sosial kemarin. Anies menjadi salah satu ‘newsmaker’ menarik bagi media kini.
Melalui akun Twitternya, Anies Baswedan membagikan fotonya yang sedang membaca sebuah buku bersampul hitam berjudul “How Democracies Die“, karya Steven Levistsly.
Mengisi aktivitas akhir pekannya, Anies yang mengenakan kemeja putih dan sarung merah marun terlihat serius membaca buku itu.
Hingga pukul 14.10 WIB, postingan Anies sudah ditanggapi 1.700 komentar, diretweet 2.500 orang, dan disukai 2.100 netizen. Postingan Anies ditanggapi banyak komentar. Ada yang memuji, nyinyir, adapula yang mengkritik keras.
“Selamat pagi Bapak Presiden 2024. Judul bukunya sangat mengena sekali. Demokrasi harus dihidupkan kembali mskipun ibaratnya masih berat karena harus melawan Goliath & bapak adalah motornya,” tulis pemilik akun Twitter @Tweet_Watchonly.
Lain lagi dengan komentar pemilik akun @debu2_digital yang meminta Anies untuk terus membaca buku.
“Mohon teruslah membaca, untuk warga DKI Jakarta. Kami tak sempat membaca, karena beban hidup kami makin berat saat ini. Terima kasih telah membuat Jakarta menjadi lebih baik untuk kami,” tulisnya.
Postingan Anies juga ditanggapi nyinyir netizen dengan menyinggung Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 silam.
“Selamat Pagi…Ngeri bacaan nya…. Matinya Demokrasi. Persis 2017 ….. Demokrasi mati….akibat jual ayat dan mayat,” tulis pemilik akun @Maknyus_wae.
Begitu juga dengan komentar pemilik akun @yudinugroho99 yang menilai Anies lemah menghadapi ormas dan pedagang kaki lima liar.
“Mantab bacaannya Pak Anies, kode keras sepertinya, tapi jangan bacaannya saja yang keras Pak, namun ketika ketemu ormas dan PKL liar jadi melempem, bukunya enggak ketemu. Democracy or Demo Crazy,” cuitnya.
Sementara itu, pemilik akun @Soendeel menyemangati Anies Baswedan. Dia menilai foto Anies tidak dipahami oleh kelompok barisan sakit hati karena kalah Pilgub DKI Jakarta pada tahun 2017 silam.
“Bacaan yang epik. Kode keras. Yang paham saja. Buat para barisan sakit hati karena kalah Pilkada gak akan paham. Maju terus Pak Anies,” cuitnya.
Kicauan @Soendeel langsung “diserang” oleh pemilik akun @Jazz24632 yang mengutip pemberitaan media yang menyebut Pilkada DKI Jakarta 2017 brutal.
“Selamat Pagi … Selamat Ngopi …How Demoracies Die adalah saat pilkada dengan cara jualan ayat dan mayat…Pilkada paling brutal sepanjang sejarah,” cuitnya.
Buku berbobot ini untuk bisa dipahami tentulah mensyaratkan intelektualitas pembacanya yang memadai. Beberapa komen menarik tentang buku yang dibaca Anies itu patut direnungkan.
“Institusi menjadi senjata politik, digunakan seara paksa oleh mereka yang berkyasa melawan mereka yang tidak. Beginilah cara otokrat terpilih meruntuhkan demokrasi- memenuhi dan mempersenjatai’ peradilan dan badan negara netral lainnya, membeli media dan sector swasta (atau menekan mereka untuk diam), dan menulis ulang aturan main politik agar membuat arena pertandingan jadi tidak adil bagi lawan,” komen dalam bentuk meme, di berbagai group WA.
“Paradoks tragis dalam rute elektroral menuju pemerintahan otoritarian adalah bahwa para pembunuh demokrasi mengggunakan institusi demokrasi- secara bertahap, halus, dan bahkan legal- untuk membunuh demokrasi itu sendiri.”
“Loyalis aktif tidak hanya mendukung presiden, tapi juga membela seluruh keputusan kontroversialnya. Loyalis pasif mundur dari ruang publik saat rerjadi skandal, tapi tetap akan berpihak bersama presiden.
“Loyalis kritis berusaha, paling tidak, bermain dua kaki. Mereka mungkin menjauhkan diri dari perilaku buruk presiden, tapi mereka tidak beraksi (misalnya lewat kongres) untuk melemahkan apalagi untuk menghentikan presiden. Di hadapan penyalahgunaan kekuasaan oleh presiden, setiap respon itu akan memungkinkan otoritarian hadir.”
Mereka yang mengeritik penyalahgunaan kekuasaan pemerintah akan dianggap melebih-lebihkan atau mengada-ada. Pengikisan demokrasi seperti tidak dapat terlihat oleh banyak pihak.
Memang mencemaskan ketika institusi demokrasi itu sendiri yang membunuh demokrasi karena ada kepentingan dan ada tujuan untuk kepentingan kekuasaan itu sendiri, komen netizen di media sosial. (DJP)
Discussion about this post