Daily News|Jakarta –Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR RI yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Gelora mengutarakan pendapatnya yang menyatakan bahwa suatu bangsa termasuk di dalamnya anggota DPR mestinya tidak melupakan sejarah.
Pernyataan tersebut disampaikan Fahri Hamzah melalui akun Twitter pribadinya @Fahrihamzah pada Rabu (3/9/2020).
Dalam cuitan tersebut, Fahri Hamzah menuturkan bahwa kongres atau parlemen pada dasarnya merupakan sebuah lembaga yang bekerja dengan pikiran.
“Di negara demokrasi, kongres atau parlemen adalah lembaga yang bekerja dengan pikiran, sebagai ‘brain of the nation’,” tutur Fahri Hamzah sebagaimana dikutip oleh Suara.com.
Selanjutnya Fahri Hamzah menambahkan, sehubungan dengan hal tersebut, maka umumnya terdapat museum dan perpustakaan di sekitar kompleks parlemen.
“Maka biasanya kompleks parlemen dikelilingi oleh museum dan perpustakaan sebagai memory of the nation,” sambungnya.
Fahri Hamzah menyatakan bahwa seluruh masyarakat berikut para anggota DPR mestinya selalu ingat dengan rekam sejarah bangsa.
“Suatu bangsa tidak boleh lupa sejarah apalagi anggota DPR,” pungkas Fahri Hamzah.
Cuitan Fahri Hamzah ini ditanggapi sejumlah warganet yang ikut menyuarakan komentarnya tentang DPR RI.
“DPR seharusnya menjadi tempat berkeluh kesah rakyat selamanya karena DPR ibu bagi anak-anaknya rakyat. Simbol gedung DPR dan Monas bagaikan Lingga dan Yoni,” ungkap pemilik akun @HappySuh
Sejumlah warganet di kolom balasan cuitan tersebut juga mengomentari soal keberadaan museum di tengah lingkungan parlemen.
Ucapan putri Megawati Soekarnoputri, Puan Maharani, terkait harapannya agar Sumatera Barat menjadi pendukung negara Pancasila membuktikan minimnya pengetahuan soal kontribusi politik Sumbar.
Demikan pandangan Direktur Eksekutif Indonesia Poltical Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (3/9).
“Selain minim pengetahuan kontribusi politik Sumbar, sekaligus menihilkan tokoh-tokoh kunci Sumbar di masa awal kemerdekaan hingga masa kini,” kata Dedi.
Dedi membaca dua hal terkait pernyataan Puan tersebut. Pertama menandakan kekecewaan Puan terhadap hasil perolehan suara PDIP di Sumbar.
Sebab, pada Pemilu 2019, pemilih Sumbar cenderung mengarah kepada ideologi politik Islam. Sementara itu ada stereotipe pemilih, jika Islam seolah berlawanan dengan PDIP.
Kedua, Puan menggiring opini agar kecenderungan pemilih di Sumbar kembali ke PDIP, yang dalam anggapannya partai paling Pancasilais. Ini sekaligus menegaskan jika Puan sedang menciptakan klasterisasi pemilih Sumbar, Pancasila harus PDIP.
Pernyataan Puan Maharani, menurut Dedi, cukup berbahaya. Lantaran seolah-olah mengarahkan bahwa Sumatera Barat hingga saat ini tidak mendukung negara Pancasila.
Namun yang lebih memprihatinkan, lanjut Dedi, Puan hilang akal sehat dan kesadaran bahwa saat ini dirinya merupakan Ketua DPR bukan murni kader PDIP.
“Artinya ujaran sensitif terkait politik seharusnya ia pertimbangkan dampak di publiknya,” demikian Dedi. (DJP)
Discussion about this post