Daily News|Jakarta – Ombudsman menyarankan rekomendasi kepada Mendikbud agar pemilihan rektor dilakukan dengan cara e-voting. Ombudsman tidak menyadari bahwa mekanisme apapun dalam pemilihan rektor, keputusan akhir ada pada presiden. Ini gejala kembali ke zaman orba, kata para dosen.
Anggota Ombudsman RI Ahmad Alamsyah Saragih menyarankan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ( Kemendikbud) menerapkan sistem voting elektronik atau e-voting dalam pemilihan rektor di univeritas. Sistem ini diyakini dapat meningkatkan transparansi.
Sebab, sebagaimana temuan Ombudsman, Kemendikbud menjadi lembaga yang paling banyak tak menjalankan rekomendasi Ombudsman khususnya terkait mekanisme pemilihan rektor.
“Nadiem (Nadiem Makarim, Mendikbud) ini kan orang yang punya pengalaman dengan aspek transparansi dengan sistem IT ya. Mungkin bagus kalau diterapkan dengan model-model e-voting gitu,” kata Alamsyah di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (3/3/2020).
Alamsyah menilai, saat ini sudah tidak relevan lagi untuk menggunakan cara-cara lama dalam pemilihan rektor universitas. Cara-cara lama yang dimaksud adalah yang tidak transparan dan tak akuntabel. Termasuk, cara-cara yang melibatkan “orang dalam”.
Alamsyah menyebut, seharusnya mereka yang menjadi kandidat rektor selama tahapan pemilihan tidak boleh berkomunikasi dengan pejabat-pejabat yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
“Baiknya begitu sudah masuk orang dalam proses pemilihan rektor, maka tidak boleh berkomunikasi apapun dengan pihak kementerian, maupun pihak-pihak yang bisa ikut menentukan,” ujar Alamsyah.
“Misalnya menteri kan punya kuota suara itu, dirjen-dirjen, sekjen, irjen, itu baiknya harus putus komunikasi dengan para kandidat rektor,” lanjutnya.
Sebagai catatan, Ombudsman RI menerbitkan 34 rekomendasi pada sejumlah kementerian/lembaga selama 2014 hingga 2018. Dari jumlah tersebut, tidak seluruh rekomendasi dilaksanakan oleh kementerian/lembaga. (DJP)
Discussion about this post