Daily News|Jakarta – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menolak usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait hari H Pemilu 2024 yang jatuh pada Rabu 21 Februari 2024.
Hal ini disampaikannya saat Rapat Bersama dengan Komisi II DPR RI.
“Kalau untuk pemilu, kami mengusulkan agar hari H dilaksanakan pada bulan April seperti pemilu tahun sebelumnya. Atau bahkan kalau masih memungkinkan Mei 2024,” kata Tito Kamis (16/9/2021).
Mantan Kapolri RI ini menjelaskan, alasannya menolak hari H Pemilu 2024 dipercepat karena bentrok dengan bulan Ramadan dan hari raya Idul Fitri.
Selain itu, takut adanya polarisasi di masyarakat apabila waktu tahapan Pilpres terlampau panjang.
“Agar efisien karena pemungutan suara akan berdampak ke belakang pada tahapan, ini berdampak pada polarisasi, stabilitas keamanan, eksekusi program Pemda dan pusat dan semua berdampak,” kata Tito.
Meski demikian, Tito menyebut pihaknya sepakat pada usulan Pilkada pada 27 November 2024.
“Tanggal Pilkada karena dikunci dengan Undang-Undang, kami tak ada masalah 27 November 2021,” kata dia.
Apa alasan Tito?
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengusulkan pemunduran jadwal gelaran pemungutan suara Pemilu 2024 dari sebelumnya Februari menjadi April atau Mei sambil menyinggung potensi polarisasi dan gangguan keamanan.
Menurutnya, penyelenggaraan tidak efisien jika hari pemungutan suara jatuh pada 21 Februari 2024. Ia beralasan hal itu memaksa persiapan digelar lebih cepat, yaitu awal 2022.
“Ini akan berdampak pada polarisasi, stabilitas politik keamanan, eksekusi program-program pemda, dan lain-lain, bukan hanya pusat, daerah juga kan semua berdampak,” ujarnya, dalam rapat kerja di Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/9).
Sebelumnya, Tim Kerja Bersama menyepakati pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) digelar pada 21 Februari 2024. Sementara, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada 27 November 2024.
Tito menyebut pemerintah lebih sepakat jika Pemilu 2024 digelar pada April atau Mei 2024. Namun, pihaknya masih harus mengkajinya lebih dalam.
“Kami mohon kiranya masih diberikan waktu dulu untuk exercise di tingkat kementerian/lembaga secara lebih detail lagi karena melibatkan masalah keuangan, hukum, LKPP, dan lain-lain,” tuturnya.
Ia pun meminta penundaan pengambilan keputusan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024. Pemerintah, katanya, masih perlu waktu untuk menghitung ulang berbagai aspek penyelenggaraan.
“Kami meminta agar penentuan waktu pemungutan suara 2024 diputuskan dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR dan para penyelenggara di rapat yang berikutnya sebelum masa reses,” kata mantan Kapolri itu.
Sebelumnya, keputusan soal Pemilu 2024 juga ditunda. Rapat pengambilan keputusan pada Senin (6/9) diskors karena Tito melakukan kunjungan kerja ke Papua.
Pengamat politik Universitas Andalas Asrinaldi menduga pemerintah mengundur-undur pembahasan Pemilu dan Pilkada 2024 terkait dorongan memperpanjang masa jabatan Presiden.
“Kita lihat apakah ke depan ada lagi agenda yang lebih dipentingkan? Kalau begitu, patut kita menanyakan atau mencurigai bahwa ada kepentingan lain di balik penundaan itu,” ucap dia, Senin (6/9).
Isu polarisasi sendiri mulai menguat terutama saat Pilkada DKI 2017. Perpecahan dua kubu ini, yang kerap disebut sebagai kubu kampret dan cebong, semakin mewabah saat Pemilu 2019. (DJP)
Discussion about this post