Daily News|Jakarta –Beberapa lembaga dakwah kampus (LDK) di beberapa universitas dibekukan menandakan Rezim Jokowi bungkam suara kritis mahasiswa dan Islam.
“Latihan kepemiminan mahasiswa dalam bentuk LDK sudah dibekukan dan ada yang statusnya tidak diperjelas menandakan, Rezim Jokowi takut suara kritis mahasiswa dan Islam,” kata pemikir Islam, Muhammad Ibnu Masduki kepada suaranasional, Kamis (5/10).
Menurut Ibnu Masduki, LDK hanya mengkaji Islam dan masalah politik terutama kondisi bangsa Indonesia bahkan dunia Islam.
“Tuduhan LDK sebagai sarang radikalisme sangat tidak mendasar. Kegiatan LDK juga ini banyak membantu mahasiswa untuk menaikkan prestasi di bidang akademik,” papar Ibnu Masduki.
Ia melihat, ada ketakutan dari penguasa ini terhadap gerakan mahasiswa sehingga dibekukan bahkan dibubarkan.
“Penguasa sangat takut suara kritis dari kalangan mahasiswa khususnya dari Islam. Mereka bisa menggalang kekuatan dari kelompok Islam yang berseberangan dengan pemerintah,” jelas Ibnu Masduki.
Kata Ibnu Masduki, pembekuan LDK justru membuat para mahasiswa makin kuat dalam menghadapi penguasa zalim saat ini.
“Mereka makin solid dalam menyuarakan keadilan,” pungkas Ibnu Masduki. Aktivis lembaga dakwah kampus dan ketua badan koordinasi lembaga dakwah kampus DIY, Okky mengatakan, beberapa universita telah membekukan LDK.
“Beberapa kampus sudah melakukan tindakan tegas dengan membekukan Ormawa/UKM, seperti Unpam (Universitas Pamulang) dengan Lembaga Kajian Keislaman Kontemporer (LK3) El Fath bersama IMAM, lalu ITB (Institut Teknologi Bandung) dengan Harmoni Amal Titian Ilmu (HATI),” ungkap Okky.
Okky mengatakan, beberapa kampus membuat status tidak jelas LDK seperti Universitas Negeri Malang (UM) dengan Badan Dakwah Masjid (BDM) Al-Hikmah, lalu ISI (Institut Seni Indonesia) dengan Keluarga Mahasiswa Islam (KMI).
Jika disadari, hampir semua tokoh nasional dari kalangan sipil berasal dari tokoh mahasiswa yang digembleng ketika masih belajar melalui latihan kepemimpinan.
“Larangn latihan kepemimpinan mahasiswa ini akan memiliki konsekuensi panjang di masa depan, yakni kekurangan tokoh-tokoh nasional yang dibentuk ketika mereka menjadi mahasiswa,” ujar mantan aktivis 1978 kepada DNI.
“Bahkan Bung Karno itu aktivis ITB, Bung Hatta aktivis pelajar Indonesia di Belanda dan begitu juga berbagai tokoh-tokoh nasional yang telah mengawal negeri ini.”
“Ketiadaan tokoh-tokoh nasional bentukan kampus ini akan mendorong munculnya tokoh-tokoh karbitan, pragmatis dan mendewakan materi yang tidak berkarakter dan tidak tahu apa yang akan mereka lakukan ketika terpilih menjadi pemimpin nasional,” tutupnya. (DJP)
Discussion about this post