Daily News|Jakarta –Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal membeberkan sejumlah kesalahan dalam Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) yang disebut pemerintah sebagai disinformasi. Pertama, soal kontrak seumur hidup yang tertuang dalam UU Cipta Kerja.
Ia menegaskan terminologi kontrak seumur hidup dipakai buruh lantaran dalam UU Ciptaker syarat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau karyawan kontrak dilonggarkan dan tak memiliki batas waktu.
Itu berbeda dengan yang diatur dalam Pasal 59 UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam UU Ketenagakerjaan, PKWT dibatasi maksimal 3 tahun.
Ketentuannya, PKWT dapat dilakukan untuk paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun
“Undang-undang nomor 13 tahun 2003 batas kontrak itu adalah dua tahun kontrak pertama dan kedua, serta kontra ketiga satu tahun. Setelah 5 tahun kalau pekerjaannya sama dan perusahaan tetap berjalan diangkat menjadi karyawan tetap atau PKWTT (Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu),” ucapnya dalam konferensi Pers virtual, Senin (12/10).
Ia menambahkan pengaturan waktu seumur hidup itu rawan bagi buruh. Itu membuat jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) bagi buruh berpotensi tidak dijalankan pengusaha.
Pasalnya UU Ciptaker mengatur JKP diberikan kepada pekerja dengan masa kerja 1 tahun.
“Pengusaha kan gampang aja, karena nggak ada batas waktu kontrak, pengusaha kontrak aja sebulan, putus. Atau sebelas bulan, putus. Jangan sampai setahun lah minimal. Dengan demikian pengusaha tidak perlu bayar JKP. Jadi undang-undang ini Pasalnya tidak bisa jalan,” ucap Said Iqbal.
Tak hanya itu, iuran JKP juga berasal dari pengusaha dan buruh. Dengan kata lain, omong kosong jika pemerintah menjamin masyarakat yang kehilangan pekerjaan.
Kedua, terkait disinformasi masalah pesangon. Ia menyampaikan buruh menuntut ketentuan pesangon agar dikembalikan ke UU Ketenagakerjaan.
Pasalnya, jika memakai UU Ketenagakerjaan ketentuan pesangon tak pernah jadi masalah meskipun penerapannya di lapangan berbeda dari yang ditulis dalam UU yakni 32 kali gaji.
Pengaturan pesangon dalam UU Ciptaker menurutnya justru memberatkan pemerintah karena kewajiban negara menanggung 6 bulan pesangon dalam memberikan pesangon sebesar maksimal 25 bulan.
“Pesangon dalam kesepakatan Panja Baleg dan pemerintah yang sudah ditutup di rapat paripurna itu 32 bulan upah diubah jadi 25 bulan dengan rincian19 bulan upah dibayar pemberi kerja 6 bulan dibayar oleh penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, oleh pemerintah.
Pernyataannya sederhana tidak betul pesangon itu 32 upah. Ini bukan hoaks karena kami ikut perumusan, ada screen shoot. Ada buktinya kesepakatan antara wakil pemerintah dikirim ke kami bukti WA itu semua dasar kami berpendapat,” tandas Said Iqbal. (DJP)
Discussion about this post