Daily News|Jakarta – Ketika akhirnya Prabowo Subianto pesaing capres petahana Joko Widodo malah bergabung dalam cabinet Jokowi dan tidak memilih posisi sebagai oposisi, para pengamat politik di media sosial mengatakan hal ini baru pertama kali terjadi di dunia.
“Lalu apa gunanya pemilu jika akhirnya yang dikalahkan memilik bergabung? Mendukung lawan yang mengalahkannya?”
Maka, model pilpres 2019 itu dikenal dengan nama sindiran ‘formula Jokowi’.
Model Jokowi ini pula yang ditawarkan oleh Yang Dipertuan Agong ketika belum terdapat consensus siapa yang akan menjadi perdana Menteri, apakah Anwar Ibrahin atau dipanggil DSAI atau mantan PM Mahyuddin.
Tawaran agar Mahyuddin ikut bergabung dalam cabinet DSAI ditolak.
Eks perdana menteri sekaligus pemimpin koalisi Perikatan Nasional, Muhyiddin Yassin, menolak usulan Raja Malaysia Al-Sultan Abdullah untuk bekerja sama dengan Anwar Ibrahim, saingannya di pemilu, untuk membentuk pemerintahan bersama.
Dikutip Reuters, pernyataan itu diutarakan Muhyiddin usai bertemu dengan Raja Abdullah dan Anwar di Istana Negara pada Selasa (22/11) sore menyusul hasil pemilu akhir pekan lalu yang menemui jalan buntu.
Dalam pertemuan itu, Raja Abdullah semestinya menunjuk Anwar atau Muhyiddin sebagai PM baru Malaysia. Namun, Raja masih belum bisa menentukan siapa PM baru Negeri Jiran.
Keputusan penunjukkan PM berada di tangan raja menyusul koalisi Anwar dan Muhyiddin sama-sama tidak bisa meraup suara mayoritas sederhana dalam pemilu Sabtu pekan lalu.
Berdasarkan hasil pemilu, koalisi pimpinan Anwar, Pakatan Harapan (PH), memang meraih suara terbanyak yakni sebanyak 82 kursi. Namun, angka tersebut tak cukup untuk meraih mayoritas.
Sementara itu, koalisi pendukung Muhyiddin, Perikatan Nasional (PN), hanya mendapat 73 kursi. Ia sempat mengklaim sudah mendapatkan dukungan dari dua kubu politik yang lebih kecil dari Sabah dan Sarawak.
Walau dengan dukungan Sabah dan Sarawak, kursi yang diperoleh koalisi Muhyiddin baru 101. Angka itu juga masih belum mencapai ambang batas.
Menurut konstitusi Malaysia, untuk membentuk kabinet, partai atau koalisi perlu minimal 112 suara dari total 222 kursi parlemen. Pemegang mayoritas ini yang berhak memberikan nama calon PM ke raja.
Sementara itu, Raja Abdullah telah memperpanjang tenggat waktu bagi Anwar dan Muhyiddin mencari dukungan minimal yang disyaratkan agar salah satu dari koalisi mereka dapat membentuk pemerintahan baru.
Namun, baik koalisi Anwar dan Muhyiddin sampai saat ini tidak ada yang bisa mendapatkan dukungan sesuai ambang batas yang ditentukan. (HMP)