Daily News|Jakarta –“Belum pernah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memainkan peran penting dalam politik dan pemerintahan Indonesia. Selama 32 tahun pemerintahan Orde Baru, polisi adalah salah satu cabang dari Tentara Nasional Indonesia, meski dalam praktiknya hanya merupakan mitra kecil dengan tentara yang mengambil peran utama dalam keamanan dalam negeri.”
Demikian pendapat Made Supriatma, visiting fellow dari ISEAS – Institut Yusof Ishak, Singapura, yang dituliskannya dalam artikel yang viral dibagikan di berbagai media sosial.
“Namun peran keamanan dan politik dalam negeri Angkatan Darat telah dikalahkan oleh Polri sejak jatuhnya rezim Suharto. Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo telah membangun hubungan dekat yang unik dengan polisi karena dia tidak memiliki hubungan yang kuat dengan militer. Satu-satunya aksesnya ke elit militer adalah melalui mantan orang kepercayaannya, terutama mantan jenderal Luhut Panjaitan, salah satu menteri paling seniornya,” observasi Made.
Pelukan Jokowi semakin memperkuat posisi politik Polri. Polisi sekarang bertindak sebagai kekuatan keamanan dan politik, secara aktif membangun kasus hukum terhadap lawan pemerintah, membungkam kritik dan menganiaya mereka yang mengancam kekuasaan presiden.
Jokowi awalnya lambat merangkul polisi sebagai sekutu politik. Pada bulan-bulan awal masa jabatannya, Jokowi menominasikan Inspektur Jenderal Budi Gunawan – orang kepercayaan dekat Megawati Sukarnoputri, ketua Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Jokowi – untuk memimpin Polri. Pencalonan itu memicu krisis politik setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gunawan sebagai tersangka kasus korupsi.
Pada Juli 2016, Jokowi menunjuk Jenderal Tito Karnavian sebagai Kapolri. Dengan menunjuk orang Karnavia yang relatif muda, Jokowi mewariskan beberapa generasi pejabat senior polisi yang sudah menjalin hubungan baik dengan elit politik Jakarta.
Karnavian terbukti menjadi sekutu yang dapat diandalkan presiden, mengawasi kasus-kasus profil tinggi terhadap kritik pemerintah seperti yang dilakukan terhadap Robertus Robet, seorang aktivis hak asasi manusia yang menyanyikan lagu yang mengejek militer dalam sebuah demonstrasi, dan Dandhy Laksono, seorang pembuat film dokumenter yang tidak setuju.
Bantuan polisi terlihat dalam kasus Muhammad Rizieq Shihab, seorang ulama Muslim dan kritikus vokal Jokowi. Rizieq adalah orang di balik demonstrasi tahun 2016 yang bertujuan untuk menjatuhkan mantan Gubernur Jakarta Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama dengan alasan penistaan terhadap Islam.
Rizieq akhirnya dituntut berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang membuatnya mengasingkan diri di Arab Saudi. Penggunaan ekstensif dari undang-undang yang meragukan ini telah memicu klaim bahwa pemerintahan Jokowi telah beralih ke otoriterisme.
Dukungan polisi juga terlihat selama pencalonan kembali Jokowi pada pemilu 2019. Meski polisi tidak secara terbuka berkampanye untuk Jokowi, dukungan mereka adalah bagian dari keberhasilan pemilihannya di daerah. Politisi di Sumatera Selatan secara terbuka mengakui kepada saya bahwa polisi membantu menstabilkan jatuhnya harga karet, dengan beberapa pengusaha di Lampung ingat bahwa mereka diminta oleh petugas polisi untuk mendanai kelompok relawan pro-Jokowi.
Jokowi telah memberikan konsesi politik kepada polisi dalam masa jabatan keduanya, sering kali mengesampingkan militer dalam prosesnya. Elit polisi diangkat ke beberapa posisi penting dan strategis yang sebelumnya dipegang oleh jenderal militer dan secara adat dianggap sebagai domain tentara.
LSM hak asasi manusia Kontras mencatat bahwa 30 pensiunan atau jenderal polisi aktif memegang posisi strategis dalam pemerintahan Jokowi, termasuk di kementerian, lembaga pemerintah, dan duta besar. Ombudsman Indonesia juga melaporkan bahwa 25 polisi duduk di dewan direksi perusahaan milik negara dan anak perusahaannya.
Pensiunan atau perwira polisi kini memimpin Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Narkotika Nasional (BNN), Badan Logistik Negara (BULOG), dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Yang paling kontroversial dari semuanya, mantan Komisaris Jenderal polisi Firli Bahuri adalah ketua KPK saat ini, yang telah lama menjadi duri di pihak kepolisian, mendakwa beberapa jenderal polisi.
Kepolisian juga diuntungkan dari peningkatan anggaran dan penambahan personel. Pengeluaran negara untuk kepolisian mencapai Rp107 triliun (US $ 7 miliar) pada tahun 2020, naik dari Rp94,3 triliun (US $ 6,3 miliar) tahun sebelumnya.
Pada tahun 2020 jumlah personel polisi akan bertambah 27.012 hingga 5,7 persen dari tahun 2018. Peningkatan tersebut cukup signifikan: dari tahun 2016–18 polisi hanya menambah 1.898 personel. Saat ini, ukuran polisi kira-kira sama dengan tentara.
Kepolisian menjadi semakin penting bagi Jokowi. Ketika Polri terjun lebih dalam ke politik untuk mengamankan pemerintahan, ia juga menuai lebih banyak penghargaan. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa polisi semakin memainkan dwifungsi, baik sebagai aparat keamanan maupun sebagai instrumen politik. (DJP)
Discussion about this post