Daily News|Jakarta – Pemerintah Indonesia diminta perkuat diplomasi pertahanan dan mempelajari secara serius kebijakan yang akan diambil oleh Amerika Serikat jika Joe Biden resmi dinobatkan sebagai orang nomor satu di Negara Paman Sam.
”Amerika zaman Biden akan kembali berperan sebagai polisi dunia karena dia globalis maka akan mencampuri urusan dalam negeri negara lain seperti urusan HAM, seperti kasus-kasus demokrasi Hong Kong, Uighur di Xinjiang, mungkin juga Papua,” ujar pengamat Pertahanan Luar Negeri Susaningtyas Kertopati dalam diskusi Populi Center dan Smart FM Network dengan tema ‘Forbidden For Biden’, secara virtual pada Sabtu (14/11/2020).
Amerika dengan alasan kebebasan navigasi (freedom of navigation), dan komitmen keamanan dengan negara-negara di kawasan. Di sisi lain, Cina begitu aktif dengan platform militernya, memperkuat dan memodernisasi alutsistanya. Termasuk melakukan cyber defence yang sangat luar biasa.
”Sebagai pendulum, kita menentukan diri sendiri. Kalau kita berbaik hati kepada Cina dan Amerika, kita harus dapat porsi keuntungan yang jelas, jangan sampai kita hanya terbawa pada permainan kawasan yang dimainkan oleh Cina dan Amerika. Kita jangan sampai jadi objek,” tegasnya.
Mantan anggota Komisi I DPR ini mengibaratkan Indonesia seperti anak gadis cantik yang selalu dilirik oleh Amerika dan Cina. Karenanya, Indonesia harus cerdas dalam menyikapi dan berdiplomasi.
”Bicara diplomasi itu tentu tidak bisa mengatakan hanya tugas Kementerian Luar Negeri (Kemlu), di sana ada juga Athan dan Perbinlu yang dalam sistem kerjanya terintegrasi. Mereka saling memberikan masukan untuk akhirnya ada output yang bermanfaat bagi negara.” ucapnya.
Perempuan yang dipanggil Nuning ini berharap, globalis Biden tidak berperan terlalu aktif sehingga mengacak-acak sistem negara lain, utamanya di ASEAN. Untuk itu, Athan harus mengantisipasi kemungkinan terjadinya perang kognitif, hybrid, yang bisa saja terjadi di kawasan. Menurut Nuning, hal itu bisa diantisipasi apabila athan aktif melakukan deteksi dini.
“Kita juga harus berpikir bahwa kita sangat mengharapkan apabila memang Biden yang diputuskan sebagai pemenang akan melakukan satu investasi yang positif di Indonesia juga kerja sama yang baik, yang friendly di kawasan.
Sehingga tidak memperuncing keadaan yang ada. Saya rasa itulah harapan kita semua. Semoga siapapun yang menjadi Presiden Amerika akan mendatangkan keuntungan bagi Indonesia,” tambahnya.
Pengamat internasiional lain berpendapat bahwa Joe Biden bukanlah ‘globalis’yang ingin mengurusi masalah-masalah dunia sendirian.
“Joe Biden adalah pendukung multilateralisme, diplomasi dan dialog. Ini adalah stragegi tepat karena jelas Biden sadar bahwa tidak semua masalah dunia bisa diselesaikan sendirian. Karena itu dalam foreign policy pronouncement-nya, Biden menyatakan akan Kembali ke multilateralisme, termasuk masalah lingkungan, nuklir dan dialog untuk perdamaian dunia.”
“Namun jelas, Biden sebagai tokoh Partai Demokrat harus menjunjung platform Demokrat yang memberikan perhatian dan prioritas terhadap masalah-masalah hak asasi manusia, demokrasi dan lingkungan hidup, sekarang ditambah dengan ikhtiar bagaimana menangkal agresifnya China di LCS.”
“Ini peluang bagi Indonesia yang telah memiliki “Bali Democracy Forum”, dan “Lokakarya Laut China Selatan. Indonesia juga di zaman SBY adalah salah satu proponent di bidang perubahan iklim.”
“Jadi saya tidak melihat adanya gesekan antara Indonesia dan Amerika,” tutur pengamat yang tidak menyebutkan Namanya. (DJP)
Discussion about this post