Daily News Indonesia | Jakarta – Komisi Yudisial (KY) menyerahkan enam nama calon hakim agung ke DPR. Selanjutnya, DPR lewat Komisi III akan menindaklanjuti nama-nama tersebut dengan melakukan uji kelayakan dan kepatutan.
Sebanyak enam nama calon hakim agung yang diserahkan KY ke DPR itu adalah Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Banjarmasin, Soesilo; Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Denpasar, Dwi Sugiarto; Panitera Muda Perdata Khusus pada Mahkamah Agung, Rahmi Mulyati; Ketua Pengadilan Tinggi Agama Kupang, Busra; Hakim Militer Utama Dilmiltama, Brigjen TNI Sugeng Sutrisno; serta Wakil Ketua III Pengadilan Pajak bidang Pembinaan dan Pengawasan Kinerja Hakim, Sartono.
“Selambat-lambatnya 30 hari setelah pertemuan ini, proses di DPR kemudian dilakukan Komisi III, penetapannya akan dilakukan setelah semua proses dilalui, fit and proper test, dan lain-lain. Selambatnya 5 Februari 2020, karena memang seperti itu aturannya,” kata Ketua DPR Puan Maharani kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (28/11).
Selain calon hakim agung, KY juga menyerahkan dua nama calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi yakni Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Surabaya, Agus Yunianto; dan Hakim Tipikor Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah, Ansori serta dua calon hakim hubungan industrial yaitu pengacara Willy Farianto dan Hakim Pengadilan Negeri Semarang Sugianto.
“Kami berharap apa yang sudah dilakukan KY, DPR bisa menyetujui semuanya, sehingga kekosongan hakim agung bisa terpenuhi,” ucapnya.
Sebelumnya, Ketua Bidang Rekrutmen Hakim KY Aidul Fitriciada Azhari menjelaskan pihaknya tidak memiliki preferensi asal calon hakim agung dari jalur karier atau nonkarier.
Aidul mengatakan pada tahun ini pihaknya sudah menyusun kompetensi secara swakelola dan telah melakukan uji validasi. Menurut dia ada perubahan pada uji validasi dalam seleksi calon hakim agung yang kini lebih menekankan pada kemampuan dan kompetensi. Total ada 12 kompetensi yang diuji. Selain terkait kompetensi teknis, aspek kepribadian seperti integritas serta wawasan global, kebangsaan, dan kenegaraan juga turut diuji.
“Uji validasi mungkin ada yang berubah, kami menekankan kemampuan atau kompetensi sebagai hakim agung, bukan hakim pertama dan banding yang memeriksa fakta. Hakim agung terkait dengan penerapan hukum,” ujar Aidul. (DJP)
Discussion about this post