Daily News|Jakarta – Parlemen Turki telah mengesahkan undang-undang yang memberi lampu hijau bagi pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan dalam mengerahkan pasukan militer ke Libia guna mengintervensi perang saudara di negara itu.
Parlemen Turki menyetujui UU itu pada Kamis (2/1), dengan 325 suara mendukung dan 184 suara menentang.
Turki bersekutu dengan pemerintah Libia sokongan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berbasis di Ibu kota Tripoli.
Pemerintah Libia, yang mendapat sokongan PBB, telah memerangi aksi pemberontakan kelompok militer di bawah pimpinan Jenderal Khalifa Haftar, yang berbasis di kawasan timur Libia.
Dalam percakapan melalui sambungan telepon dengan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, memperingatkan apa yang disebutnya sebagai “campur tangan asing” di Libia, kata Gedung Putih.
Mesir, yang mendukung Jenderal Haftar, mengecam keputusan parlemen Turki dengan mengatakan bahwa hal itu akan “berpengaruh negatif terhadap stabilitas di kawasan Mediterania”.
Pekan lalu, Erdogan mengatakan akan meminta persetujuan parlemen untuk memberikan bantuan militer menyusul permintaan pemerintah Libia.
Presiden Turki, yang Partai AK pimpinannya menguasai parlemen, mampu mengesahkan undang-undang itu tanpa partai-partai oposisi utama yang menentangnya.
UU tersebut memungkinkan Turki menempatkan pasukan non-tempurnya, untuk bertindak sebagai penasihat dan pelatih bagi pasukan pemerintah Libia dalam memerangi pasukan Jenderal Haftar.
Namun demikian, sejumlah pakar khawatir bahwa undang-undang itu dapat memperdalam keterlibatan Turki dalam konflik dan meningkatkan ketegangan dengan sejumlah negara yang merupakan pendukung Jenderal Haftar, seperti Mesir, Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Rusia.
Bagaimanapun, Wakil Presiden Turki, Fuat Oktay, mengatakan UU itu akan berlaku selama setahun, tetapi tidak memberikan rincian tentang skala potensi penempatan militer Turki di Libia.
“Kami siap. Angkatan bersenjata kami dan kementerian pertahanan kami siap,” kata Oktay.
Pasukan Jenderal Haftar telah berusaha merebut ibu kota dari Pemerintahan Kesepakatan Nasiona (GNA), yang dipimpin Perdana Menteri Fayez al-Serraj.
Turki berpendapat konflik Libia dapat mengancam kepentingannya di negara itu dan stabilitas di kawasan tersebut. (HMP)
Discussion about this post