Daily News|Jakarta – Seorang Menteri Prancis meminta agar pemerintah memasukkan larangan berhijab di tempat umum bagi perempuan berusia di bawah 18 tahun dalam rancangan undang-undang anti separatisme baru.
“Saya merasa tidak mungkin melihat seorang gadis berusia 5 tahun mengenakan jilbab,” kata Menteri Prancis untuk Kesetaraan Gender Marlene Schiappa sebagaimana dilansir Shafaq News, Selasa (19/1/2021).
“Saya juga tidak tega bertemu dengan seorang gadis berusia dua tahun di kereta dorong yang mengenakan kerudung,” tambahnya.
Pada Oktober, Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji untuk melawan “separatisme Islam” yang menurutnya mengancam menguasai di beberapa komunitas Muslim di seluruh Prancis. Hal itu disampaikan Macron menyusul terjadinya aksi terorisme yang dikaitkan dengan ekstremisme Islam di Prancis.
Para pemuka Muslim Prancis pada Sabtu (16/1/2021) menyetujui “piagam prinsip” (“charter of principles”) sebagai bagian dari upaya Macron menghapuskan “separatisme Islam” tersebut.
Dokumen tersebut mengabadikan nilai-nilai sekuler Prancis dalam praktik Islam di Prancis dan mengikat para penandatangan untuk menegakkan nilai-nilai negara itu. Nilai-nilai tersebut termasuk penolakan terhadap ekstremisme Islam dan pengakuan kesetaraan antara jenis kelamin.
Piagam tersebut juga menolak politik Islam, yang dikenal sebagai Islamisme, dan mendefinisikan penganutnya sebagai pengikut Salafisme atau Wahhabisme, Ikhwanul Muslimin dan gerakan Jamaat Tabligh.
Ketentuan piagam mengatakan bahwa para imam harus berkomitmen untuk menerima kesetaraan jenis kelamin dan mengajar pengikut bahwa “praktik budaya tertentu tidak berasal dari Islam”, demikian dilaporkan Middle East Monitor. Praktik budaya yang dimaksud termasuk sunat perempuan, kawin paksa, dan penggunaan apa yang disebut dengan sertifikat keperawanan.
Penandatangan piagam harus “mengutuk semua bentuk rasisme, diskriminasi dan kebencian”, termasuk anti-Semitisme, homofobia dan misogini. Masjid, teks tersebut memperingatkan, “tidak diciptakan untuk menyebarkan pidato nasionalis yang membela rezim asing.”
Hubungan Prancis dengan negara-negara mayoritas Muslim dan komunitas Muslim di dalam negerinya tegang dalam beberapa bulan terakhir menyusul komentar kontroversial Macron tentang Islam. Ketegangan itu sebelumnya mengemuka karena diterbitkannya kartun yang menghina Nabi Muhammad oleh majalah satire Charlie Hebdo. (HMP)
Discussion about this post