Daily News|Jakarta –Kepala pengawas nuklir PBB mengatakan Iran telah setuju untuk memperpanjang akses bagi inspektur PBB yang tengah memeriksa situs nuklirnya selama tiga bulan.
Tetapi kesepakatan yang diambil secara tergesa-gesa itu akan memberikan akses yang lebih sedikit kepada pejabat Badan Energi Atom Internasional (IAEA) dan membatasi mereka untuk melakukan inspeksi mendadak.
Iran mengubah kebijakannya mulai Selasa karena AS belum mencabut sanksi yang dijatuhkan sejak Donald Trump membatalkan kesepakatan nuklir 2015.
Washington dan Teheran sekarang memiliki lebih banyak waktu untuk kompromi.
Pemerintahan Trump saat itu memberlakukan kembali sanksi yang melumpuhkan Iran dan Teheran membalas dengan melanjutkan aktivitas nuklir yang dilarang berdasarkan perjanjian yang ditandatangani dengan enam kekuatan dunia pada tahun 2015.
Iran mengatakan tidak akan menghentikan langkah tersebut kecuali AS sepenuhnya mematuhi kesepakatan 2015 – tetapi Presiden AS Joe Biden mengatakan Iran harus melakukannya terlebih dahulu.
Krisis program nuklir Iran telah menjadi agenda internasional selama hampir 20 tahun.
Iran mengatakan program atomnya dikembangkan untuk tujuan damai, sementara AS dan sejumlah negara lainnya mencurigai Iran secara diam-diam berupaya mengembangkan senjata nuklir.
Apa arti tindakan terbaru Iran?
Sebuah undang-undang yang mulai berlaku pada hari Selasa, yang dibuat anggota parlemen Iran, mengharuskan pemerintah untuk tidak memberi izin inspeksi mendadak bagi inspektur IAEA atas situs nuklir yang diumumkan atau tidak diumumkan.
“Undang-undang ini ada. Undang-undang ini akan diterapkan, yang berarti bahwa Protokol Tambahan, yang sangat saya sesali, akan ditangguhkan,” kata kepala IAEA,
“Ada akses yang lebih sedikit, kita hadapi saja. Tapi kami masih bisa melakukan pemantauan dan verifikasi yang diperlukan,” tambahnya.
“Protokol tambahan” memungkinkan IAEA untuk melakukan inspeksi mendadak ke situs yang sebelumnya tidak diungkapkan oleh suatu negara.
Iran setuju untuk melanjutkan inspeksi mendadak di bawah kesepakatan 2015, setelah sebelumnya menangguhkannya pada tahun 2006.
Kunjungan semacam itu adalah bagian sukarela dari Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT) yang terpisah dan sebelumnya – sebuah perjanjian internasional yang dibuat pada akhir 1960-an dirancang untuk mencegah penyebaran senjata nuklir, yang disepakati Iran pada tahun 1970.
Tahun lalu, Iran menolak memberikan akses bagi IAEA untuk memeriksa dua situs yang dicurigai, mengakibatkan kebuntuan selama berbulan-bulan sebelum Iran akhirnya mengalah.
Inspeksi rutin oleh para ahli IAEA, yang disepakati berdasarkan kesepakatan 2015 akan terus berlanjut – dan Iran mengatakan undang-undang baru tidak akan mengarah pada pengusiran para pengawas- tetapi pengabaian akan komitmen lain akan membuat dunia internasional waspada.
Grossi mengatakan perjanjian sementara yang mencakup pengawasan tiga bulan ke depan telah “sampai batas tertentu memitigasi” perubahan dalam kebijakan Iran.
“Tapi tentu saja untuk situasi yang stabil dan berkelanjutan harus ada negosiasi politik yang tidak bergantung pada saya,” tambahnya.
Mengapa Iran melarang Inspeksi Dadakan?
Dalam jangka pendek, Iran ingin memberi tekanan lebih lanjut pada AS dan pihak lain dalam kesepakatan 2015 – Prancis, Jerman, Inggris, Rusia, dan China – untuk membuat Washington mencabut sanksi terhadap sektor minyak, perbankan, dan keuangan Iran.
Undang-undang baru Iran disahkan setelah Joe Biden memenangkan pemilihan presiden AS, tetapi sebelum dia menjabat, Iran memiliki harapan bahwa pemimpin baru itu akan lebih mau bekerja sama dibandingkan dengan pendahulunya.
Namun, pemerintahan Biden telah menjelaskan bahwa mereka mengharapkan Iran untuk kembali sepenuhnya mematuhi kesepakatan 2015 sebelum AS akan bergabung kembali dengan kesepakatan tersebut dan mengakhiri sanksi.
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei, yang memegang keputusan akhir tentang masalah tersebut di negaranya, mengatakan mereka menyerahkan pada AS untuk mengambil langkah pertama.
Iran tak lagi mematuhi kewajibannya berdasarkan kesepakatan 2015 sejak AS menarik diri, membuat sejumlah negara khawatir hal itu akan mempermudah mereka membuat senjata nuklir.
Bulan lalu, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengatakan Iran bisa saja memiliki bahan yang cukup untuk dijadikan senjata nuklir “berminggu-minggu lagi”- meskipun penilaian Israel baru-baru ini menunjukkan bahwa Iran membutuhkan sekitar dua tahun untuk mengembangkan fasilitas tersebut. (HMP)
Discussion about this post