Daily News|Jakarta – Pemerintah China menyebut aksi protes terkait rasisme dan kekerasan polisi yang berujung kerusuhan di Amerika Serikat menunjukkan standar ganda Presiden Donald Trump yang selama ini getol mendukung demonstrasi di Hong Kong.
Dilansir AFP, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan hal tersebut juga menggambarkan inkonsistensi pemerintah AS atas persoalan Hak Asasi Manusia serta menunjukkan kronisnya masalah rasisme dan kekerasan polisi di negeri Paman Sam.
“Kehidupan orang kulit hitam juga adalah masalah hidup. Hak asasi manusia mereka juga harus dijamin,” ujar Zhao kepada wartawan di Beijing, merujuk kematian George Floyd oleh seorang polisi di Minneapolis, Senin (1/6).
“Rasisme terhadap etnis minoritas di AS adalah penyakit kronis masyarakat Amerika,” tambah Zhao.
Para diplomat dan media pemerintah China memanfaatkan kerusuhan yang dipicu oleh kematian George Floyd untuk menuduh Amerika Serikat munafik dan membandingkan para pemrotes Amerika dengan para demonstran pro-demokrasi di Hong Kong.
Seperti diketahui, Beijing sudah lama merasa geram, terutama kepada Washington, atas sikap mereka terhadap protes yang mengguncang Hong Kong tahun lalu. Zhao pada hari Senin mengatakan tanggapan pemerintah AS terhadap para demonstran adalah contoh nyata standar ganda paling populer di dunia.
“Mengapa AS menyanjung apa yang disebut Hong Kong Merdeka dan kekerasan demonstran hitam sebagai pahlawan dan aktivis, sementara menyebut orang-orang yang memprotes rasisme ‘perusuh’?” kata Zhao.
China bersikeras bahwa pihak asing harus disalahkan atas kekacauan di Hong Kong, tempat jutaan demonstran prodemokrasi yang digambarkan oleh Beijing sebagai perusuh dalam bentrok dengan polisi sejak Juni tahun lalu.
Seperti diketahui, Beijing berencana memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong yang disebut diperlukan untuk mengekang “terorisme”. Hal tersebut dikutuk oleh aktivis prodemokrasi dan negara barat dan dinilai sebagai upaya lain untuk menggerogoti kebebasan wilayah semi-otonom.
Di media sosial twitter, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Hua Chunying mencuit kalimat “I can’t breathe” kata-kata yang diucapkan Floyd berulang kali sebelum kematiannya. Kalimat itu ia ucapkan untuk mengomentari cuitan juru bicara Departemen Luar Negeri AS Morgan Ortagus yang mengkritik kebijakan China di Hong Kong. (HMP)
Discussion about this post