Daily News|Jakarta – Wuhan kota di provinsi Hubei adalah epicentrum mulai menjalarnya corona virus ke seluruh dunia, begitu mengejutkan sehingga menjadi topik pembicaraan dan pembahasan sejak akhir Desember 2019.
Bagaimana situasi dan kondisi sebenarnya Wuhan menjadi jelas ketika seorang mahasiswa Indonesia, Dela Afifania, tinggal di Wuhan. Sejak lockdown, Dela mengaku bosan setelah pemberlakuan isolasi bagi warga kota. Menarik untuk mengikuti penuturannya dari lapangan.
Mahasiswa S3 ini mengaku kebijakan isolasi kampus membuat ia tak bisa keliling gedung lantaran harus tinggal di asrama dan tak diperbolehkan keluar, katanya kepada CNN.
Sebagai gantinya, Wuhan University of Technology, tempatnya belajar menerapkan kelas daring (online) melalui aplikasi bagi seluruh mahasiswanya.Jumlah infeksi virus corona di China dalam sepekan terakhir dilaporkan menurun drastis. Rumah sakit darurat yang dibangun khusus untuk menangani pasien Covid-19 pun sudah mulai mengurangi aktivitas.
Komisi Kesehatan Kesehatan China (NHC) melaporkan jumlah pasien yang sembuh dan diizinkan pulang saat ini mencapai 64.111 orang. Kendati demikian, China masih menjadi negara dengan pasien corona tertinggi dengan 80.813 orang dan 3.176 kematian.
Laporan pasien positif corona di China hanya delapan orang orang, lima di antaranya berasal dari Wuhan. Sementara, pasien yang baru meninggal berjumlah tujuh orang.
Penurunan tersebut diduga imbas dari penutupan dan pembatasan aktivitas di Kota Wuhan dan Provinsi Hubei. Sejak 23 Januari lalu, untuk melawan penyebaran virus corona.
Dela Afifania menyatakan kebijakan isolasi kampus membuat ia tak bisa keliling gedung lantaran harus tinggal di asrama dan tak diperbolehkan keluar.
Sebagai gantinya, Wuhan University of Technology, tempatnya belajar menerapkan kelas daring (online) melalui aplikasi bagi seluruh mahasiswanya.
“Gara-gara virusnya itu, maka kelas perkuliahan jadi online. Satu semester ini kayaknya,” tutur Dela.
Akibatnya, ia harus menghabiskan waktu sekitar empat jam duduk di depan komputer selama kelas berlangsung.
Ketika dilanda jenuh, ia mencoba untuk berlari menaiki dan menuruni tangga di dalam gedung asrama setinggi enam lantai. Namun, ia mengaku suasana yang dirasakan berbeda dengan berlari di ruangan terbuka sekitar universitas.
Dela merupakan satu dari tujuh WNI yang masih tinggal di China. Ia merupakan salah satu dari tiga warga Indonesia yang tidak bisa kembali karena tidak lolos pemeriksaan kesehatan.
Tak hanya mengisolasi, pemerintah China juga mengeluarkan pembatasan perjalanan secara drastis untuk menekan penularan virus corona. Imbasnya, layanan transportasi publik seperti kereta dan bus pun terhenti.
Dela menuturkan gedung asrama tempat tinggalnya yang berlokasi di daerah Wuchang baru memberlakukan isolasi sejak dua minggu yang lalu.
Ia mengatakan, pihak universitas menutup asrama demi menghindari penyebaran virus corona. Sebab hingga saat ini tidak ada satu pun orang yang dinyatakan terinfeksi virus di sana.
“Alasannya gini, dia bilang karena di dormitori ini enggak ada yang sakit, mereka mau tutup. Supaya kita aman,” ujarnya saat dihubungi melalui sambungan telepon.
Di Wuhan daerah yang terdampak corona paling parah yakni Hankou, berjarak sekitar satu jam berkendara dari Wuchang – tempatnya tinggal. Dela menyebut saat ini sejumlah pertokoan di Wuchang masih tutup, kecuali supermarket dan minimarket. Pun begitu dari jendela asramanya, Dela masih bisa melihat beberapa mobil dan motor berlalu lalang.
Meski harus berada di dalam asrama selama berminggu-minggu, Dela mengaku tak pernah kekurangan pasokan makanan.
Ketika wabah corona merebak, ia mengaku sempat belanja kebutuhan bulanan dalam jumlah banyak sebagai persediaan ketika kota mulai diisolasi dan tak ada toko yang buka.
Mahasiswi jurusan administrasi bisnis ini mengungkapkan beberapa restoran masih buka dan bisa dipesan secara daring melalui aplikasi. Hanya saja penghuni asrama tidak diperbolehkan mengambil sendiri pesanan makanan.
Saat makanan yang dipesan datang, penjaga asrama akan mengambil makanan dari kurir yang menunggu di gerbang asrama. Ia kemudian menggunakan motor ke dalam gedung untuk mengantar makanan ke pemesan.
Tak hanya itu, pihak universitas secara rutin membagikan kebutuhan sayur, buah, hingga daging bagi penghuni asrama sekitar dua hingga tiga kali seminggu. Bahan-bahan terebut diambil oleh universitas dari toko-toko di Wuhan yang tutup.
Pasokan bahan makanan yang mencukupi bahkan membuat ia tak lagi bisa menyimpan di lemari pendingin di kamar asramanya.
“Kamar asrama kini penuh dengan makanan karena tak lagi cukup disimpan di lemari pendingin,” ujarnya.
Dela mengaku mendapat informasi dari salah seorang pengajar di Wuhan University of Technology yang menginformasikan bahwa penyebaran virus corona saat ini mulai melemah. Orang-orang kemungkinan juga akan diperbolehkan untuk keluar dalam waktu dekat.
“Xi Jin-ping kemarin juga datang ke Wuhan. Kalau Wuhan enggak aman, kayaknya enggak mungkin Xi Jin-ping datang,” katanya menambahkan.
Sejak tinggal selama 6,5 tahun di Wuhan, ia mengaku nyaman dan tak khawatir terinfeksi corona. Menurutnya anak muda memiliki kekebalan tubuh yang cukup kuat.
Selain itu biaya perawatan Covid-19 pun akan ditanggung oleh pemerintah China.
Ia mengaku tak rela meninggalkan kota yang berpenghuni 11 juta kendati tengah ‘sakit’.
“Aku berasa sudah sayang banget sama Wuhan, kayak punya rumah kedua. Jadi aku stay di sini. Aku tahu, sebentar lagi pasti juga sembuh,” ungkapnya. (HMP)
Discussion about this post