Daily News|Jakarta – Tiga aktivis Hong Kong menghadapi hukuman penjara setelah mengaku bersalah atas keterlibatan mereka dalam demonstrasi besar-besaran yang terjadi tahun lalu dalam persidangan pada Senin (23/11).
Wong (24) bersama dua rekannya, Ivan Lam dan Agnes Chow, dituntut atas protes yang berlangsung selama musim panas lalu yang melibatkan jutaan orang turun ke jalan hingga penutupan bandara.
Dilansir AFP, ketiganya telah menyuarakan demokrasi selama bertahun-tahun dan menempuh jalan sebagai aktivis sejak masih berusia remaja. Berikut profil mereka.
Sebagai aktivis Hong Kong yang paling dikenal, Wong (24) telah menjadi ancaman tersendiri bagi China selama dekade terakhir.
Dia sudah menjadi aktivis sejak usia remaja dan berhasil berkampanye untuk membatalkan program “Pendidikan Nasional” yang pro-China dengan mengumpulkan 120 ribu kerumunan untuk memblokir parlemen kota.
Pada 2014, ia membantu mempelopori protes “Umbrella Movement” bersama para pelajar lain, namun gagal memenangkan konsesi apa pun.
Ketika aksi protes besar meletus tahun lalu, Wong masih menjalani hukuman penjara karena keterlibatan di babak aksi sebelumnya. Setelah dibebaskan, dia kembali berdemonstrasi dan menarik perhatian dunia dalam perannya sebagai David melawan Goliat dari Partai Komunis China.
Joshua Wong
Wong dipuji sebagai salah satu tokoh paling berpengaruh di dunia oleh majalah Time, Fortune, dan majalah Foreign Policy. Dia juga menjadi subjek dalam film dokumenter Netflix berjudul “Teenager vs Superpower”.
Selama protes tahun lalu, Wong bertemu dengan politisi di Eropa dan Amerika Serikat serta menyerukan sanksi terhadap China.
Pertemuan itu sontak membuat China marah dan memaksa Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional baru. Sesaat sebelum UU disahkan, Wong membubarkan partai politiknya, Demosisto.
Sidang pada Senin (23/11) hanyalah salah satu dari banyak kasus yang diajukan jaksa terhadapnya pada tahun lalu.
Aktivis pro-demokrasi Hong Kong, Joshua Wong, bersama dua rekannya berencana mengaku bersalah atas keterlibatan mereka dalam demonstrasi besar-besaran yang terjadi tahun lalu dalam persidangan pada Senin (23/11).
Wong (24) bersama dua rekannya, Ivan Lam dan Agnes Chow, dituntut atas protes yang berlangsung selama musim panas lalu yang melibatkan jutaan orang turun ke jalan hingga penutupan bandara.
“Kami bertiga memutuskan mengaku bersalah atas semua dakwaan. Tidak mengherankan jika saya langsung dikirim ke sel tahanan hari ini,” kata Wong kepada wartawan.
“Kami akan terus berjuang untuk kebebasan dan sekarang bukan saatnya bagi kami untuk bersujud kepada Beijing dan menyerah,” ujarnya menambahkan.
Dalam sidang, Wong mengaku bersalah karena menghasut dan mengatur perkumpulan massa ilegal. Sementara itu, Lam dan Chow juga mengaku bersalah karena menghasut massa dan ikut berdemo.
Tuduhan menghasut dan mengumpulkan massa tanpa izin bisa dijatuhi hukuman lima tahun penjara. Meski begitu, tiga tahun penjara adalah batas maksimum yang dapat divonis hakim pengadilan.
Sebelum mengaku bersalah, Wong dan Lam berencana melawan dakwaan tersebut. Namun, ketiga aktivis itu sepakat mengaku bersalah yang dinilai bisa meringankan hukuman.
Wong telah beberapa kali dipenjara karena memimpin demonstrasi pro-demokrasi sejak 2012 lalu.
Dikutip AFP, Hong Kong terus didera demonstrasi besar-besaran pro-demokrasi selama tujuh bulan berturut-turut yang tak jarang berakhir dengan bentrokan.
Pemerintah China dan pihak berwenang Hong Kong menolak tuntutan para demonstran untuk menggelar pemilihan umum yang bebas.
Alih-alih berdamai, pihak berwenang Hong Kong malah menangkap dan membungkam para pendukung demo.
Sejauh ini, lebih dari 10 ribu orang dilaporkan telah ditangkap berkaitan dengan demonstrasi pro-demokrasi dan saat ini pengadilan dipenuhi oleh persidangan para pengunjuk rasa.
Agnes Chow
Chow (23) berasal dari generasi yang sama dengan para aktivis demokrasi Hong Kong lainnya yang terus dibungkam oleh China.
Dia menggambarkan dirinya tumbuh dalam rumah tangga Katolik apolitik (apolitical Catholic household). Tapi di usia 15 tahun, dia bergabung dengan gerakan yang memprotes rencana untuk menerapkan “pendidikan moral dan nasional” di sekolah umum.
Seperti Wong, dia menjadi tokoh utama dalam protes Umbrella Movement dan ikut mendirikan Demosisto.
Pada 2018, dia adalah salah satu politisi Demosisto pertama yang dilarang mencalonkan diri dalam pemilihan lokal karena partai tersebut menganjurkan “penentuan nasib sendiri”.
Demi mencalonkan diri dalam pemilu tersebut, Chow melepaskan kewarganegaraan Inggrisnya. Sejak itu, sudah menjadi hal biasa bagi pihak berwenang untuk mendiskualifikasi politisi atas pandangan yang dianut atau melarang orang tertentu untuk mencalonkan diri dalam pemilu legislatif lokal.
Salah satu peran Chow yang paling sukses adalah ia berhasil menarik perhatian internasional kepada gerakan demokrasi Hong Kong. Didukung dengan kefasihan Chow berbahasa Inggris, Kanton, dan Jepang.
Dia juga membangun basis pengikut yang besar di media sosial. Akun Twitter-nya, yang sebagian besar mencuit dalam bahasa Jepang, memiliki lebih dari setengah juta pengikut.
Chow adalah salah satu politisi oposisi pertama yang ditangkap berdasarkan UU keamanan baru Beijing atas tuduhan “berkolusi dengan pasukan asing”, dan bisa menghadapi hukuman penjara seumur hidup jika ia dituntut dan dihukum.
Ivan Lam
Lam (26) memang cenderung kurang dikenal dibandingkan Wong dan Chow, tapi namanya tidak asing bagi runtuhnya politik oposisi di Hong Kong.
Lahir dari ayah seorang polisi, dia bersekolah di sekolah menengah yang sama dengan Wong dan membantu memulai kampanye menentang pendidikan patriotik.
Sejauh ini, dia telah dihukum sebanyak empat kali karena perannya dalam protes pro-demokrasi atau unjuk rasa menentang berbagai proposal pemerintah.
Dia berperan penting dalam mendirikan Demosisto dan kemudian menjabat sebagai ketua partai hingga partai tersebut dibubarkan awal tahun ini. (HMP)
Discussion about this post