Daily News|Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Demokrat Santoso mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seolah memberi kesan mau menyingkirkan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) karena membebastugaskan pegawai yang tidak lolos tes tersebut.
Padahal, menurut Santoso, sebagian orang yang tidak lolos tes merupakan orang lama yang sudah lama mengabdi dan dikenal memiliki integritas untuk memberantas korupsi.
Tidak lulus 75 orang pegawai KPK yang sudah lama mengabdi bahkan lebih dari 10 tahun dan tidak lulus seleksi tertulis seperti ada kesan mereka memang mau disingkirkan, ujar Santoso kepada Kompas.com, Rabu (12/5/2021).
Netizen berkomentar keputusan Ketua KPK itu arbitrary dan cenderung didasarkan pada like and dislike. Siapa yang tak disukai akan disingkirkan. Padahal KPK adalah isntitusi negara, bukan perusahaan, komentarnya.
Santoso pun meminta KPK menyampaikan hasil TWK terkait 75 pegawai yang tidak lolos tes secara transparan kepada publik. Hal itu, menurutnya, perlu dilakukan agar kepercayaan masyarakat kepada KPK tidak rusak akibat adanya kejadian terkait hasil TWK pegawai KPK ini.
Untuk memberi kepercayaan kepada publik KPK harus menyampaikan hasil seleksi secara transparan dan akuntabel kepada masyarakat luas, kata dia.
Santoso juga meminta KPK dan pihak terkait mempertimbangkan supaya para pegawai yang sudah mengabdi lebih dari 10 tahun dipertimbangkan agar lolos tes.
Harus memperhatikan juga calon ASN yang sudah mengabdi lebih dari 10 tahun dan yang baru langsung daftar kemudian ikut seleksi, ucapnya.
Santoso berharap KPK dapat terus menunjukkan institusinya sebagai lembaga yang independen.
KPK harus menunjukan kepada rakyat bahwa institusi adalah reformis dan benar-benar sebagai institusi yang independen tidak terpengaruh dengan tekanan manapun, ucapnya.
Diketahui, Firli Bahuri meneken Surat Keputusan Pimpinan KPK Nomor 652 tahun 2021 tentang hasil asesmen tes wawasan kebangsaan pegawai yang tidak memnuhi syarat dalam rangka pengalihan pegawai KPK menjadi pegawai ASN.
Salah satu isinya menyebutkan, pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat TWK diminta untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya pada atasan.
Penyidik senior KPK Novel Baswedan menilai SK yang pembebasan tugas yang ditandatangi Ketua KPK Firli Bahuri merupakan tindakan yang sewenang-wenang.
“Isinya justru meminta agar pegawai dimaksud menyerahkan tugas dan tanggung jawab atau nonjob. Menurut saya itu adalah tindakan Ketua KPK yang sewenang-wenang,” ucapnya.
Semestinya, sambung Novel, isi surat yang beredar hanya berisi pemberitahuan tentang hasil asesmen TWK.
Tindakan Firli, menurut Novel, harus menjadi catatan karena akibat tindakannya itu para penyidik dan penyelidik tidak bisa menjalankan tugasnya dalam upaya pemberantasan korupsi.
Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membantah informasi 75 pegawai KPK itu dinonaktifkan. Ia menyebut bahwa penyerahan tugas dimaksudkan untuk menjaga efektivitas kerja KPK.
Menurut Ali, saat ini KPK sedang berkoordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Apratur Negara dan Revolusi Birokrasi (Kemenpan RB) terkait kelanjutan status pegawai yang tak lolos TWK.
“Penyerahan tugas ini dilakukan semata-mata untuk memastikan efektivitas pelaksanaan tugas di KPK agar tidak terkendala dan menghindari adanya permasalahan hukum berkenaan dengan penanganan kasus yang tengah berjalan,” ucapnya.
Publik beropini bahwa tema sentral penyingkiran 75 pegawai KPK itu adalah bagian dari agenda para koruptor, baik di kalangan pemerintahan dan partai, maupun dari kalangan pengusaha jahat, yaitu pelemahan KPK yang sudah berlangsung sejak gigihnya mereka memperjuangkan revisi UU KPK. (DJP)
Discussion about this post